5 Fakta Unik Monyet Digo yang Suka Bersosialisasi

Penampilan Monyet Digo

Monyet digo memiliki penampilan yang menarik dan khas. Rambut mereka berwarna gelap pada bagian punggung dan kepala, namun berubah menjadi cokelat muda pada bagian perut serta keempat kaki. Kepala primata ini cenderung membulat dengan sedikit surai di area bawah telinga dan pipi yang berwarna cokelat keabu-abuan. Seperti halnya monyet Dunia Lama lainnya, monyet digo memiliki ekor yang panjang sekitar 35 hingga 40 cm.

Bobot tubuh monyet digo berkisar antara 5 hingga 12 kg, sementara panjang tubuh tanpa ekor mencapai 50 hingga 59 cm. Terdapat dimorfisme seksual pada spesies ini, di mana jantan lebih besar daripada betina. Selain itu, gigi taring bagian atas jantan juga lebih besar dibandingkan betina.

Peta Persebaran, Habitat, dan Makanan Favorit

Monyet digo hanya ditemukan di Pulau Sulawesi, terutama di wilayah Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau kecil sekitarnya seperti Pulau Buton dan Pulau Muna. Spesies yang hidup di dua pulau tersebut dikategorikan sebagai subspesies dengan nama ilmiah Macaca ochreata brunnescens.

Habitat alami monyet digo adalah hutan hujan tropis dengan ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut. Namun, mereka juga bisa masuk ke daerah pemukiman manusia ketika makanan di hutan langka. Monyet digo termasuk omnivora, sehingga makanan utamanya terdiri dari buah, bunga, daun, dan tanaman pertanian. Mereka juga mengonsumsi serangga dan artropoda untuk melengkapi nutrisi.

Interaksi dengan Spesies Lain

Kehidupan sosial monyet digo sangat dinamis. Mereka membentuk kelompok dengan anggota sekitar 12 hingga 30 individu. Anggota kelompok saling berinteraksi dalam merawat diri, memberi peringatan saat ada bahaya, serta bergerak bersama secara kompak.

Selain berinteraksi sesama monyet, monyet digo juga berinteraksi dengan spesies lain. Misalnya, mereka sering bergerak bersama burung kadalan sulawesi dan srigunting jambul rambut. Tujuannya adalah untuk memperoleh makanan, karena serangga yang beterbangan saat monyet digo bergerak menjadi makanan bagi burung tersebut. Interaksi ini disebut simbiosis komensalisme, di mana salah satu pihak diuntungkan sedangkan yang lain tidak merasa terganggu.

Monyet digo juga berinteraksi dengan spesies monyet lain seperti monyet jambul atau monyet tonkean. Terkadang, kedua spesies ini bergabung membentuk kelompok besar. Perilaku dan protokol sosial mereka mirip, sehingga sering kali ditemukan monyet hibrida hasil kawin silang antara dua spesies ini.

Sistem Reproduksi

Sistem reproduksi monyet digo masih belum sepenuhnya diketahui. Namun, kebiasaan mereka berinteraksi dengan spesies lain membuat dugaan kuat bahwa cara reproduksinya mirip dengan kerabat dekatnya. Musim kawin bisa terjadi sepanjang tahun selama betina menunjukkan tanda-tanda siap bereproduksi, seperti pembengkakan pada area alat reproduksi.

Setelah kawin, betina akan mengandung selama sekitar 170 hari. Dalam satu masa reproduksi, hanya satu anak yang lahir. Anak monyet digo akan tinggal menempel pada tubuh induknya selama satu tahun pertama untuk belajar kemampuan dasar. Setelah itu, anak monyet dapat hidup mandiri tetapi tetap berada dalam kelompok asalnya.

Status Konservasi

Menurut IUCN Red List, status konservasi monyet digo saat ini adalah “rentan punah” (Vulnerable). Populasi mereka terus menurun akibat aktivitas manusia. Alih fungsi lahan besar-besaran di Sulawesi Tenggara mengancam habitat alami monyet digo. Industri kebun sawit dan cokelat serta penambangan ilegal menggunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri yang meracuni sumber pangan dan minum mereka, menyebabkan kematian dalam jumlah besar.

Upaya konservasi telah dilakukan intensif, seperti menciptakan area proteksi di lokasi-lokasi penting seperti Rawa Aopa Watomahai, Padang Mata Osu, Tanjung Peropa, dan lainnya. Semoga status konservasi monyet digo tidak semakin memburuk, agar primata endemik Indonesia ini tetap lestari.