Penampilan Julang Sulawesi yang Menarik
Julang sulawesi memiliki penampilan yang sangat menarik, terutama di bagian kepalanya. Bagian ini menjadi salah satu cara untuk membedakan antara burung jantan dan betina. Burung jantan memiliki leher berwarna merah kecokelatan, mata merah, pangkal paruh berwarna kebiruan, paruh panjang berwarna kuning dengan corak unik, serta jambul besar berwarna merah di atas kepala. Sementara itu, burung betina memiliki bulu di lehernya berwarna hitam dengan sedikit kebiruan di dekat pangkal paruh, mata kecokelatan, paruh kuning, dan jambul berwarna kuning.
Selain dari bagian kepala, ciri fisik jantan dan betina cenderung mirip dengan bulu di badan yang didominasi warna hitam dan bulu ekor berwarna putih. Ukuran julang sulawesi termasuk dalam kelompok burung julang dengan ukuran masif. Dalam satu kelompok, maksimal terdapat 50 individu yang akan bergerak bersama setiap hari, khususnya ketika mencari makan.
Habitat dan Makanan Favorit
Julang sulawesi merupakan hewan endemik Indonesia yang secara eksklusif berada di Pulau Sulawesi. Peta persebaran mereka cukup merata dari ujung ke ujung pulau. Beberapa kantung populasi juga bisa ditemukan di pulau-pulau kecil sekitar Sulawesi seperti Pulau Lembeh, Togian, Muna, dan Butung.
Habitat utama bagi julang sulawesi adalah hutan dataran tinggi atau bukit dengan vegetasi yang sangat lebat dan rapat. Mereka suka berada di tempat dengan elevasi antara 1.100—1.800 meter di atas permukaan laut. Saat musim kawin tiba, biasanya julang sulawesi akan pindah ke hutan sekunder.
Untuk urusan makanan, burung yang satu ini termasuk frugivor alias pemakan buah. Terdapat sekitar 52 jenis buah berbeda yang dikonsumsi julang sulawesi, dimana 19 di antaranya adalah jenis buah ara (sekitar 60—82 persen). Namun, kadang-kadang beberapa individu dalam momen yang langka kedapatan mengonsumsi serangga untuk melengkapi menu makanan.
Sarang yang Unik
Julang sulawesi termasuk burung yang bergerak secara berkelompok. Dalam satu kelompok, maksimal terdapat 50 individu yang akan bergerak bersama setiap hari, khususnya ketika mencari makan. Dalam satu hari, kelompok julang ini dapat melindari area seluas 30—60 km persegi.
Setelah beraktivitas, masing-masing julang sulawesi akan kembali ke sarang untuk beristirahat. Sebenarnya sarang burung ini memanfaatkan lubang atau celah yang ada di batang pohon, tetapi mereka melakukan sedikit modifikasi supaya dapat tinggal dengan nyaman. Sarang yang dimodifikasi tersebut punya beberapa keunikan tersendiri.
Mengingat ukuran julang sulawesi yang besar, seharusnya sarang buatan burung ini turut berukuran besar. Namun, julang sulawesi betina justru “mengurung” diri sendiri di dalam sarang dengan memanfaatkan lumpur, kotoran, sampai sisa-sisa buah. Akibatnya, hanya ada satu celah kecil saja yang hanya muat dimasuki paruh jantan dari luar.
Pengurungan ini dilakukan betina saat ia sedang mengasuh anak. Artinya, ada kerja sama unik antara jantan dan betina, dimana jantan akan berusaha mencari makanan sambil membawanya ke sarang untuk betina, sementara betina akan menjaga anak mereka. Kondisi ini akan berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan 2 bulan!
Sistem Reproduksi
Julang sulawesi ternyata termasuk hewan monogami. Ketika satu pasangan terbentuk, keduanya akan selalu bersama sampai salah satu di antaranya mati. Musim kawin bagi burung ini berlangsung sekitar pertengahan bulan Juni. Setelah selesai kawin, betina akan mulai mempersiapkan sarang seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Rata-rata betina hanya akan menghasilkan 2—3 butir telur dalam satu musim kawin. Telur-telur ini akan menjalani masa inkubasi selama 32—35 hari sebelum akhirnya menetas di dalam sarang. Setelah lahir, anak julang sulawesi akan bersama si induk selama 58—140 hari. Sayangnya, dari jumlah telur yang dihasilkan, umumnya hanya akan ada seekor anak saja yang selamat sampai usia dewasa.
Status Konservasi
Berdasarkan catatan IUCN Red List, julang sulawesi masuk dalam daftar hewan rentan punah. Parahnya lagi, tren populasi burung ini diduga terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Ada banyak masalah yang dihadapi spesies julang ini dan mayoritas dari masalah itu justru datang dari aktivitas manusia.
Misalnya saja, pembukaan lahan yang menghancurkan hutan di sepanjang peta persebaran julang sulawesi sudah sangat parah sejak tahun 1990-an. Masalahnya, pembukaan lahan itu dilakukan secara serampangan dan tak jarang dilakukan secara tak terkontrol, semisal lewat pembakaran hutan. Akibatnya, burung ini kesulitan untuk memperoleh rumah, bereproduksi dengan baik, sekaligus sulit mencari makanan. Belum lagi, ketika peraturan yang melindungi belum keluar, julang sulawesi sering jadi target berburu untuk dikonsumsi ataupun untuk dijadikan hewan peliharaan eksotis.
Berdasarkan masalah itu, julang sulawesi akhirnya memperoleh perlindungan lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi. Selain regulasi, upaya mengembalikan hutan dan konservasi terhadap burung ini turut dilakukan dengan harapan populasi mereka jadi lebih stabil atau bahkan meningkat. Semoga saja sederet upaya tersebut bisa membuahkan hasil yang positif. Soalnya sayang sekali, kan, kalau burung cantik yang satu ini sampai punah di alam.