Pesan Ekonom Paul Samuelson dan Relevansi Gagasan Sumitro Djojohadikusumo dalam Kebijakan Ekonomi Indonesia
Pesan ekonom terkenal, Paul Samuelson, pada tahun 1983 menyampaikan pesan yang terinspirasi dari John Maynard Keynes: “Ketika informasiku berubah, saya mengubah kesimpulan saya. Apa yang kamu lakukan, Tuan?” Pesannya menekankan bahwa jika informasi dan keadaan berubah, maka pemikiran, kesimpulan, dan akhirnya kebijakan harus ikut berubah.
Pemerintahan Prabowo saat ini sedang menerapkan beberapa gagasan dari Sumitro Djojohadikusumo melalui berbagai kebijakan ekonomi penting, salah satunya pembentukan Danantara. Secara lebih luas, pemerintahan ini sedang menghidupkan kembali gagasan-gagasan Sumitro tentang bagaimana memajukan kesejahteraan sekaligus memperbaiki keadilan ekonomi. Pekerjaan rumah terbesar adalah bagaimana menerjemahkan gagasan besar tersebut dalam konteks yang sudah berubah secara signifikan.
Perubahan Mendasar dalam Perekonomian Global
Salah satu perubahan terbesar saat ini dan dalam beberapa tahun ke depan adalah semakin relevannya aspek lingkungan dan krisis iklim bagi perekonomian. Pertama, dampak dari kerusakan lingkungan, seperti krisis iklim, semakin besar terhadap kesejahteraan dan perekonomian. Laporan Risiko Global 2025 yang dikeluarkan World Economic Forum menyebutkan bahwa empat dari lima risiko global tertinggi dalam sepuluh tahun ke depan berkaitan dengan kerusakan lingkungan, termasuk kejadian cuaca ekstrem, kehilangan keanekaragaman hayati, perubahan sistem bumi, dan kelangkaan sumber daya alam. Polusi juga menjadi risiko global di urutan ke sepuluh.
Pendekatan Sumitro dalam Kebijakan Ekonomi
Sumitro memiliki pendekatan yang kuat dalam persoalan kebijakan ekonomi, yang menggabungkan keberpihakan bersama dengan pendekatan teknokratis. Ia melihat ketegangan antara pertumbuhan dan keadilan, tetapi menilai bahwa tidak ada konflik antara efisiensi ekonomi dan keadilan. Menurut Sumitro, dua permasalahan tersebut merupakan dua sasaran kembar yang saling berkaitan yang harus dicapai melalui dua sayap dari satu gerak pembangunan. Selain itu, ia melihat isu keadilan dan pemerataan sebagai alasan proteksi industri sering kali dilatarbelakangi oleh vested interest. Baginya, keadilan seperti itu justru akan menimbulkan ketidakadilan baru.
Dalam konteks saat ini, aspek keberlanjutan (sustainability) menjadi hal yang mutlak harus ditambahkan kepada efisiensi dan keadilan dalam pengambilan kebijakan ekonomi. Dengan kata lain, kita perlu menghijaukan pemikiran Sumitro. Sumitro sendiri menekankan pentingnya membatasi dan menanggulangi pencemaran, pemborosan, dan pengrusakan lingkungan. Namun, kebijakan ekonomi yang lebih sistemik menjadi sangat mendesak saat ini.
Dampak Krisis Iklim dan Perubahan Ekonomi Global
Dampak krisis iklim dalam bentuk kekeringan menyebabkan gagal panen, banjir, dan kenaikan permukaan air laut. Di luar itu, masyarakat banyak yang harus membeli kebutuhan air bersih karena tercemarnya air oleh aktivitas industri. Banyak warga berpendapatan rendah terdampak oleh masalah ini. Polusi udara juga menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan biaya kesehatan.
Berbagai dampak lingkungan ini juga timbul karena adanya eksternalitas dalam bentuk kerusakan lingkungan yang tidak diperhitungkan. Hal ini menyebabkan inefisiensi dalam alokasi sumber daya, misalnya pembiayaan untuk industri ekstraktif seperti batubara yang akhirnya menyebabkan ketergantungan ekspor terhadap komoditas tersebut. Persoalan keberlanjutan juga berdampak langsung terhadap efisiensi dan keadilan ekonomi.
Ekonomi global saat ini juga mengalami pergeseran dengan permintaan yang semakin kuat terhadap keberlanjutan. Jika Indonesia tidak menyiapkan industri manufakturnya, misalnya dengan beralih ke energi terbarukan, kita bisa kehilangan pasar. Selain itu, Indonesia bisa hanya menjadi konsumen kendaraan listrik dan panel surya jika tidak segera menerapkan efisiensi, keadilan, dan keberlanjutan dalam kebijakan ekonomi.
Jalur-Jalur yang Harus Ditempuh
Secara praktis, ada tiga jalur yang harus ditempuh secara bersamaan. Pertama, industrialisasi hijau yang perlu melibatkan sektor swasta besar dan menengah. Dalam implementasi kebijakan, kita harus menerapkan pemikiran Sumitro yang mempercayai peran pasar bersamaan dengan campur tangan pemerintah dalam hal-hal strategis. Dua hal yang harus dilakukan adalah dekarbonisasi industri manufaktur di Indonesia, termasuk beralih ke energi terbarukan, efisiensi energi, dan efisiensi penggunaan sumber daya.
Kedua, Indonesia harus secara sistemik mengembangkan industri hijau seperti kendaraan listrik dan solar panel yang pasar domestik dan globalnya terus meningkat. Industrialisasi hijau akan memberikan kontribusi sekaligus kepada efisiensi dan perluasan produksi, keadilan dengan pertumbuhan lapangan kerja dan kesejahteraan, serta keberlanjutan.
Jalur ketiga adalah dukungan terhadap kesejahteraan dan mata pencaharian masyarakat adat yang selama ini berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan, termasuk perlindungan hutan.
Demokrasi dan Desentralisasi
Menghijaukan gagasan ekonomi Sumitro memerlukan peran pemerintah yang lebih besar dan tepat. Dalam konteks ini, demokrasi yang memberikan ruang bagi transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik menjadi instrumen koreksi untuk meminimalkan kegagalan pemerintah. Implementasi desentralisasi juga menjadi kunci karena pemerintah daerah memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai konteks kesejahteraan, keadilan, dan keberlanjutan di daerahnya masing-masing.
Dengan demikian, agenda memperkuat demokrasi dan desentralisasi menjadi kunci bagi penerapan gagasan ekonomi Sumitro. Keseimbangan antara negara dan masyarakat yang sama-sama kuat akan menutup ruang bagi premanisme yang selama ini telah menjadi benalu bagi perekonomian.
Langkah-Langkah Jangka Panjang
Terakhir, tidak ada yang instan dalam menghijaukan pemikiran Sumitro. Hal tersebut memerlukan tahapan yang jelas dan strategi jangka menengah dan panjang yang ambisius, selain capaian jangka pendek. Beberapa hal yang harus segera disiapkan dalam industrialisasi hijau, misalnya standar perlindungan lingkungan dan sosial, sumber daya manusia, dan strategi keterlibatan BUMN.
Sumitro menekankan jangan sekali-kali menggunakan pemikiran ekonomi sebagai dogma tetapi semua harus senantiasa dan sewaktu-waktu diuji kembali menurut perkembangan keadaan. Di situlah relevansi terbesar pemikiran Sumitro Djojohadikusumo sekarang.