Kinerja 12 Bisnis Grup Bakrie: Siapa yang Untung dan Rugi?

Kinerja Keuangan Grup Bakrie di Semester Pertama Tahun 2025

Grup Bakrie, yang didirikan oleh Achmad Bakrie pada tahun 1942 sebagai perusahaan perdagangan umum, telah mengalami berbagai perubahan kepemimpinan sepanjang sejarahnya. Pada masa lalu, kepemimpinan dilanjutkan oleh Aburizal Bakrie, yang kemudian memilih untuk pensiun dari bisnis dan beralih ke dunia politik. Saat ini, Grup Bakrie dipimpin oleh Anindya Novyan Bakrie, putra Achmad Bakrie, yang menjadi generasi ketiga dalam keluarga tersebut.

Sebagai CEO dan Presiden Direktur Bakrie & Brothers, Anindya mendorong pengembangan bisnis ke sektor energi terbarukan, termasuk kendaraan listrik melalui PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR). Selain itu, Grup Bakrie juga memiliki bisnis di berbagai sektor seperti infrastruktur, energi, media, dan pertambangan. Meski begitu, grup ini dikenal jarang membagikan dividen kepada pemegang saham karena kerugian yang tercatat dalam beberapa tahun terakhir.

Hingga saat ini, ada 12 perusahaan dalam konglomerasi Grup Bakrie yang telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Beberapa di antaranya telah melaporkan kinerja keuangan selama semester pertama tahun 2025. Berikut adalah ringkasan kinerja dari 12 emiten tersebut:

1. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR)

Dulunya menjadi induk utama perusahaan-perusahaan Grup Bakrie, BNBR sempat mengalami penurunan harga saham antara 2019–2021. Dalam laporan keuangan semester pertama 2025, BNBR mencatatkan laba bersih sebesar Rp 55,87 miliar, turun 60,04% dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan perseroan juga turun sedikit menjadi Rp 1,77 triliun dari Rp 1,79 triliun secara year on year (yoy).

2. PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR)

Perseroan fokus pada perdagangan mobil dan sepeda motor baru berbasis listrik. VKTR mencatatkan penyusutan laba bersih sebesar 68,69%, yaitu menjadi Rp 4,73 miliar dari Rp 15,11 miliar. Namun, pendapatan naik menjadi Rp 414,03 miliar dari Rp 408,99 miliar secara yoy.

3. PT Bumi Resources Tbk (BUMI)

BUMI bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi batu bara serta minyak. Laba bersih perseroan turun 75,97% menjadi US$ 20,40 juta dari US$ 84,91 juta. Pendapatan naik menjadi US$ 677,93 juta dari US$ 595,84 juta secara yoy.

4. PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)

BRMS mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 156,46% menjadi US$ 22,97 juta dari US$ 8,95 juta. Pendapatan juga meningkat menjadi US$ 120,84 juta dari US$ 61,26 juta secara yoy.

5. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG)

Belum melaporkan kinerja keuangan semester pertama tahun 2025.

6. PT Darma Henwa Tbk (DEWA)

Laba bersih DEWA meningkat 1.080% menjadi Rp 167,99 miliar dari Rp 14,23 miliar.

7. PT Visi Media Asia (VIVA)

Laba bersih VIVA meningkat 271,16% menjadi Rp 1,19 triliun dari Rp 697,51 miliar.

8. PT Intermedia Capital Tbk (MDIA)

Laba bersih MDIA juga meningkat 271,16% menjadi Rp 1,19 triliun dari Rp 697,51 miliar.

9. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP)

Laba bersih UNSP turun 102,82% menjadi Rp 16,18 miliar dari Rp 573,12 miliar.

10. PT Bakrieland Development Tbk (ELTY)

Laba bersih ELTY turun 145,81% menjadi (Rp 7,88 miliar) dari Rp 17,20 miliar.

11. PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE)

Laba bersih JGLE turun 3,46% menjadi (Rp 20,92 miliar) dari (Rp 21,67 miliar).

12. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)

Belum melaporkan kinerja keuangan semester pertama tahun 2025.

Ringkasan Kinerja Keuangan 12 Emiten Grup Bakrie

Berikut adalah tabel ringkasan kinerja keuangan 12 emiten Grup Bakrie selama semester pertama tahun 2025:

| No | Emiten | Laba/Rugi Semester I-2025 | Laba/Rugi Semester I-2024 | Naik/Turun (%) |
|—-|————————————-|———————————-|———————————-|—————-|
| 1. | PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) | Rp 55,87 miliar | Rp 139,83 miliar | -60,04% |
| 2. | PT Bumi Resources Tbk (BUMI) | US$ 20,40 juta | US$ 84,91 juta | -75,97% |
| 3. | PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)| US$ 22,97 juta | US$ 8,95 juta | 156,46% |
| 4. | PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) | Belum melaporkan kinerja keuangan| | |
| 5. | PT Darma Henwa Tbk (DEWA) | Rp 167,99 miliar | Rp 14,23 miliar | 1.080% |
| 6. | PT Visi Media Asia (VIVA) | Rp 1,19 triliun | (Rp 697,51 miliar) | 271,16% |
| 7. | PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) | Rp 1,19 triliun | (Rp 697,51 miliar) | 271,16% |
| 8. | PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) | Rp 16,18 miliar | (Rp 573,12 miliar) | 102,82% |
| 9. | PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) | (Rp 7,88 miliar) | Rp 17,20 miliar | -145,81% |
| 10.| PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE) | (Rp 20,92 miliar) | (Rp 21,67 miliar) | 3,46% |
| 11.| PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) | Belum melaporkan kinerja keuangan| | |
| 12.| PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) | Rp 4,73 miliar | Rp 15,11 miliar | -68,69% |

Kinerja keuangan Grup Bakrie menunjukkan variasi yang signifikan antar perusahaan. Beberapa emiten mengalami penurunan laba, sementara yang lain berhasil meningkatkan kinerja. Meskipun demikian, sebagian besar perusahaan masih belum membagikan dividen kepada para pemegang saham.

Menghijaukan Pikiran Sumitro

Pesan Ekonom Paul Samuelson dan Relevansi Gagasan Sumitro Djojohadikusumo dalam Kebijakan Ekonomi Indonesia

Pesan ekonom terkenal, Paul Samuelson, pada tahun 1983 menyampaikan pesan yang terinspirasi dari John Maynard Keynes: “Ketika informasiku berubah, saya mengubah kesimpulan saya. Apa yang kamu lakukan, Tuan?” Pesannya menekankan bahwa jika informasi dan keadaan berubah, maka pemikiran, kesimpulan, dan akhirnya kebijakan harus ikut berubah.

Pemerintahan Prabowo saat ini sedang menerapkan beberapa gagasan dari Sumitro Djojohadikusumo melalui berbagai kebijakan ekonomi penting, salah satunya pembentukan Danantara. Secara lebih luas, pemerintahan ini sedang menghidupkan kembali gagasan-gagasan Sumitro tentang bagaimana memajukan kesejahteraan sekaligus memperbaiki keadilan ekonomi. Pekerjaan rumah terbesar adalah bagaimana menerjemahkan gagasan besar tersebut dalam konteks yang sudah berubah secara signifikan.

Perubahan Mendasar dalam Perekonomian Global

Salah satu perubahan terbesar saat ini dan dalam beberapa tahun ke depan adalah semakin relevannya aspek lingkungan dan krisis iklim bagi perekonomian. Pertama, dampak dari kerusakan lingkungan, seperti krisis iklim, semakin besar terhadap kesejahteraan dan perekonomian. Laporan Risiko Global 2025 yang dikeluarkan World Economic Forum menyebutkan bahwa empat dari lima risiko global tertinggi dalam sepuluh tahun ke depan berkaitan dengan kerusakan lingkungan, termasuk kejadian cuaca ekstrem, kehilangan keanekaragaman hayati, perubahan sistem bumi, dan kelangkaan sumber daya alam. Polusi juga menjadi risiko global di urutan ke sepuluh.

Pendekatan Sumitro dalam Kebijakan Ekonomi

Sumitro memiliki pendekatan yang kuat dalam persoalan kebijakan ekonomi, yang menggabungkan keberpihakan bersama dengan pendekatan teknokratis. Ia melihat ketegangan antara pertumbuhan dan keadilan, tetapi menilai bahwa tidak ada konflik antara efisiensi ekonomi dan keadilan. Menurut Sumitro, dua permasalahan tersebut merupakan dua sasaran kembar yang saling berkaitan yang harus dicapai melalui dua sayap dari satu gerak pembangunan. Selain itu, ia melihat isu keadilan dan pemerataan sebagai alasan proteksi industri sering kali dilatarbelakangi oleh vested interest. Baginya, keadilan seperti itu justru akan menimbulkan ketidakadilan baru.

Dalam konteks saat ini, aspek keberlanjutan (sustainability) menjadi hal yang mutlak harus ditambahkan kepada efisiensi dan keadilan dalam pengambilan kebijakan ekonomi. Dengan kata lain, kita perlu menghijaukan pemikiran Sumitro. Sumitro sendiri menekankan pentingnya membatasi dan menanggulangi pencemaran, pemborosan, dan pengrusakan lingkungan. Namun, kebijakan ekonomi yang lebih sistemik menjadi sangat mendesak saat ini.

Dampak Krisis Iklim dan Perubahan Ekonomi Global

Dampak krisis iklim dalam bentuk kekeringan menyebabkan gagal panen, banjir, dan kenaikan permukaan air laut. Di luar itu, masyarakat banyak yang harus membeli kebutuhan air bersih karena tercemarnya air oleh aktivitas industri. Banyak warga berpendapatan rendah terdampak oleh masalah ini. Polusi udara juga menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan biaya kesehatan.

Berbagai dampak lingkungan ini juga timbul karena adanya eksternalitas dalam bentuk kerusakan lingkungan yang tidak diperhitungkan. Hal ini menyebabkan inefisiensi dalam alokasi sumber daya, misalnya pembiayaan untuk industri ekstraktif seperti batubara yang akhirnya menyebabkan ketergantungan ekspor terhadap komoditas tersebut. Persoalan keberlanjutan juga berdampak langsung terhadap efisiensi dan keadilan ekonomi.

Ekonomi global saat ini juga mengalami pergeseran dengan permintaan yang semakin kuat terhadap keberlanjutan. Jika Indonesia tidak menyiapkan industri manufakturnya, misalnya dengan beralih ke energi terbarukan, kita bisa kehilangan pasar. Selain itu, Indonesia bisa hanya menjadi konsumen kendaraan listrik dan panel surya jika tidak segera menerapkan efisiensi, keadilan, dan keberlanjutan dalam kebijakan ekonomi.

Jalur-Jalur yang Harus Ditempuh

Secara praktis, ada tiga jalur yang harus ditempuh secara bersamaan. Pertama, industrialisasi hijau yang perlu melibatkan sektor swasta besar dan menengah. Dalam implementasi kebijakan, kita harus menerapkan pemikiran Sumitro yang mempercayai peran pasar bersamaan dengan campur tangan pemerintah dalam hal-hal strategis. Dua hal yang harus dilakukan adalah dekarbonisasi industri manufaktur di Indonesia, termasuk beralih ke energi terbarukan, efisiensi energi, dan efisiensi penggunaan sumber daya.

Kedua, Indonesia harus secara sistemik mengembangkan industri hijau seperti kendaraan listrik dan solar panel yang pasar domestik dan globalnya terus meningkat. Industrialisasi hijau akan memberikan kontribusi sekaligus kepada efisiensi dan perluasan produksi, keadilan dengan pertumbuhan lapangan kerja dan kesejahteraan, serta keberlanjutan.

Jalur ketiga adalah dukungan terhadap kesejahteraan dan mata pencaharian masyarakat adat yang selama ini berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan, termasuk perlindungan hutan.

Demokrasi dan Desentralisasi

Menghijaukan gagasan ekonomi Sumitro memerlukan peran pemerintah yang lebih besar dan tepat. Dalam konteks ini, demokrasi yang memberikan ruang bagi transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik menjadi instrumen koreksi untuk meminimalkan kegagalan pemerintah. Implementasi desentralisasi juga menjadi kunci karena pemerintah daerah memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai konteks kesejahteraan, keadilan, dan keberlanjutan di daerahnya masing-masing.

Dengan demikian, agenda memperkuat demokrasi dan desentralisasi menjadi kunci bagi penerapan gagasan ekonomi Sumitro. Keseimbangan antara negara dan masyarakat yang sama-sama kuat akan menutup ruang bagi premanisme yang selama ini telah menjadi benalu bagi perekonomian.

Langkah-Langkah Jangka Panjang

Terakhir, tidak ada yang instan dalam menghijaukan pemikiran Sumitro. Hal tersebut memerlukan tahapan yang jelas dan strategi jangka menengah dan panjang yang ambisius, selain capaian jangka pendek. Beberapa hal yang harus segera disiapkan dalam industrialisasi hijau, misalnya standar perlindungan lingkungan dan sosial, sumber daya manusia, dan strategi keterlibatan BUMN.

Sumitro menekankan jangan sekali-kali menggunakan pemikiran ekonomi sebagai dogma tetapi semua harus senantiasa dan sewaktu-waktu diuji kembali menurut perkembangan keadaan. Di situlah relevansi terbesar pemikiran Sumitro Djojohadikusumo sekarang.