7 Fakta Menarik Oposum Virginia, Tetap Sama Sepanjang Zaman Dinosaurus!

Oposum Virginia: Hewan Marsupial yang Menarik dan Penuh Rahasia

Oposum virginia, atau dikenal juga sebagai Virginia opossum, adalah hewan marsupial yang memiliki banyak fakta menarik. Salah satu hal yang paling menarik dari hewan ini adalah perilaku “play possum” yang sering dianggap sebagai pura-pura mati. Namun, tahukah kamu bahwa istilah ini berasal dari hewan berkantong imut yang hidup di wilayah utara bumi? Mari kita pelajari lebih dalam tentang oposum virginia melalui tujuh fakta unik yang wajib kamu ketahui.

1. Mirip Tikus dengan Ukuran Kucing Rumah

Oposum virginia atau Virginia opossum (Didelphis virginiana) merupakan jenis oposum asli Amerika Utara. Secara fisik, hewan ini mirip tikus karena bentuk kepala yang segitiga, hidung serta moncong yang panjang dan runcing. Tubuhnya sekitar sepanjang kucing rumahan. Berdasarkan catatan, rata-rata oposum virginia memiliki panjang sekitar 70 sentimeter dengan berat antara 2—3 kilogram. Ekornya yang panjang dan botak bisa digunakan untuk memegang benda-benda, sehingga sangat berguna dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Hewan Marsupial Paling Utara di Bumi

Oposum virginia adalah satu-satunya hewan marsupial yang hidup di Amerika Utara dan juga menjadi hewan marsupial yang paling utara di bumi. Ia bisa ditemukan di berbagai habitat, terutama dekat sumber air seperti sungai. Selain itu, hewan ini juga sudah beradaptasi dengan lingkungan yang dibangun manusia. Warga lokal Amerika Utara biasa melihat oposum virginia mengais-ngais tempat sampah atau berkeliaran sambil membawa anak-anaknya.

3. Hidup Jauh dari Saudara-Saudaranya di Amerika Selatan

Oposum virginia termasuk dalam ordo Didelphimorphia, yang merupakan kelompok marsupial asli Benua Amerika. Meskipun sebagian besar anggota ordo ini hidup di Amerika Selatan, hanya oposum virginia yang tinggal di Amerika Utara. Nenek moyang marsupial modern seperti oposum virginia sebenarnya berasal dari Amerika Utara. Mereka punah sekitar 65—85 juta tahun lalu, namun spesies yang selamat bermigrasi ke Amerika Selatan dan berevolusi menjadi spesies marsupial saat ini.

4. Tidak Berubah Sejak Zaman Dinosaurs

Salah satu fakta menarik tentang oposum virginia adalah bahwa ia tidak mengalami perubahan signifikan sejak zaman dinosaurus. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS One pada 2009 menemukan bahwa kerabat terdekat oposum virginia adalah keluarga Peradectidae. Ciri-ciri seperti ibu jari yang berlawanan dan bentuk tengkorak khas tetap dimiliki oleh oposum virginia hingga saat ini. Fosil oposum virginia paling awal diketahui berasal dari masa Miosen, sekitar 20 juta tahun lalu.

5. Mungil tapi Tangguh dalam Bertahan Hidup

Kemampuan adaptasi menjadi salah satu rahasia keberhasilan oposum virginia bertahan hidup selama jutaan tahun. Hewan ini bisa hidup di berbagai habitat dan tidak pilih-pilih makanan. Ia makan buah, serangga, hewan kecil, bahkan bangkai. Di area permukiman manusia, oposum virginia juga bisa bertahan dengan cara mencari makanan di tempat sampah.

6. Kekebalan terhadap Racun Ular Berbisa

Selain tangguh dalam bertahan hidup, oposum virginia juga memiliki kekebalan terhadap racun ular berbisa seperti ular derik dan ular beludak. Rahasia di balik kekebalannya adalah protein bernama Lethal Toxin Neutralizing Factor (LTNF) yang terkandung dalam darahnya. Protein ini bisa menetralkan racun ular, sehingga oposum virginia bisa memangsa ular berbisa tanpa merasa terancam.

7. Perilaku “Play Possum” atau Pura-Pura Mati

Perilaku “play possum” yang membuat oposum virginia terkenal adalah tindakan pura-pura mati saat terancam. Saat menghadapi ancaman, oposum virginia akan menggeram atau memanjat pohon. Jika situasi tidak memungkinkan, hewan ini akan pura-pura mati. Perilaku ini disebut thanatosis. Saat pura-pura mati, denyut jantung dan pernapasan menurun, suhu tubuh juga turun. Ia juga mengeluarkan cairan berbau busuk dari kelenjar duburnya. Hal ini memberi sinyal pada predator bahwa oposum virginia sudah mati, sehingga predator biasanya meninggalkannya. Perilaku ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara sengaja, melainkan respons alami tubuh terhadap stres ekstrem.

Dengan banyak fakta menarik ini, oposum virginia menunjukkan betapa hebatnya kemampuan adaptasi dan keberlangsungan hidupnya. Apakah kamu tertarik untuk melihat langsung aksi hewan ini di habitat aslinya?

Teater Koma ‘Mencari Semar’: Ilusi Kekuasaan di Tengah Tantangan Zaman

Pementasan Teater Koma ke-235: Mencari Semar

Di tengah panggung yang awalnya gelap, Semar duduk di kursi cilik berwarna putih dengan wajah bingung. Ia mengenakan pakaian berbahan sorban dan tampak terlihat kewalahan. Dalam keadaan tersebut, ia mencoba memanggil istrinya, Sutiragen, serta teman-temannya Petruk, Gareng, dan Bagong. Perasaan ingin pulang ke kampung halamannya terasa sangat kuat dalam dirinya.

Pementasan ini bertajuk “Mencari Semar” dan merupakan karya sutradara Rangga Riantiarno. Teater Koma menyelenggarakan pementasan ini dari tanggal 13 hingga 17 Agustus 2025 di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan. Dengan mengangkat lakon wayang, cerita ini menampilkan Semar sebagai tokoh utama yang memiliki pusaka sakti bernama Jimat Kalimasada. Di masa pensiunnya, Semar menjadi simbol kebijaksanaan dan pengaruh yang besar bagi para penguasa.

Dalam dunia fiksi ilmiah, Kekaisaran Nimacha hadir sebagai peradaban futuristik yang hidup berdasarkan Perintah Utama. Namun, ancaman kepunahan mengancam mereka karena perintah yang sering kali ditulis ulang. Untuk menemukan jalan keluar, lima agen diutus untuk mencari jimat Kalimasada yang disimpan oleh Semar.

Pentas ini juga menampilkan elemen-elemen fiksi ilmiah seperti robot-robot yang berbaris dan bernyanyi. Lima agen dari Kekaisaran Nimacha, masing-masing memiliki karakter unik yang membuat penonton tertawa dan terhibur. Agen 03 bahkan terlihat berinteraksi langsung dengan penonton, sementara Agen 05 memberikan suara-suara khas komputer yang rusak atau sedang loading.

Kehadiran Semar, Sutiragen, Petruk, Gareng, dan Bagong di atas panggung diiringi perubahan set yang menggambarkan istana zaman dahulu. Dialog antara kelima karakter ini sering kali menyentuh situasi budaya dan politik masa kini dengan nada mengkritisi. Misalnya, Petruk dan Gareng memberikan sentilan kepada pemerintah dalam dialog mereka, meskipun konteks sebenarnya hanya membahas pemilihan lagu.

Dalam proses penculikan Semar, pentas menyinggung soal kekuasaan. Agen 01 meminta Semar menunjukkan ijazah jika benar-benar sakti. Hal ini menjadi bagian dari kritik sosial yang disampaikan lewat narasi. Di ruangan putih, Semar dihadapkan dengan fakta bahwa kampungnya hidup dalam ilusi waktu. Ini membuatnya semakin bingung dan kehilangan arah.

Selain itu, ada kritik lain terhadap sistem pemerintahan saat ini. Contohnya adalah Pak Kades yang lebih mementingkan citra di media sosial daripada tugas sebenarnya. Ia melakukan siaran langsung saat memuji perannya dalam memusnahkan hama, lalu meminta warga kembali ke rumah mereka masing-masing.

Menjelang akhir pementasan, Semar berhasil dibebaskan oleh agen Nimacha. Ia menyatakan kekuatannya sudah kembali, sehingga mampu memusnahkan lima agen hanya dengan sekali kentut. Ini membuat agen-agennya ketakutan, karena tujuan awal mereka adalah mengambil jimat Kalimasada agar tidak mati akibat kepunahan.

Setelah kembali ke kampung, Semar menyampaikan kepada keluarganya dan empat anggota panakawan bahwa mereka hidup dalam ilusi waktu. Ia menekankan bahwa kesaktian dan kekuasaan yang mereka miliki hanyalah ilusi. Selain itu, layar lebar di belakang panggung menampilkan berbagai masalah sosial dan cuplikan demonstrasi.

Tantangan Menggabungkan Tradisi dan Futuristik

Menampilkan lakon wayang yang berada di masa lampau dipadu dengan futuristik di masa depan menjadi tantangan tersendiri bagi Rangga Riantiarno. Imajinasi penonton pun diuji, seperti dengan set istana zaman kuno namun mendapatkan Gareng memegang gawai sembari memesan ojek online. Selama latihan, terjadi berbagai diskusi lanjutan dan penemuan-penemuan baru hingga mencapai bentuk pemanggungan yang tersaji seperti saat ini.

Rangga merasa secara keseluruhan pementasan sudah mencapai kesempurnaan 95 persen, tinggal menyempurnakan pencahayaan dan musikalitas. Selama pementasan uji coba, pedoman utamanya teks dalam naskah meski sekitar 20 persen improvisasi dari pemain di atas panggung. “Kami dari dua setengah bulan latihan intens. Jadi narasi gampang ditangkap pemain,” katanya.

Dalam pentas ini, ada 12 lagu yang liriknya ditulis oleh Rangga guna mendampingi tiap-tiap set dan adegan. Sementara komposisi musik digubah oleh Fero A. Stefanus dengan total durasi sekitar 30 menit. Namun ia tak melabeli pentas kali ini sebagai lakon musikal. Ia pun menggandeng perancang gerak Ratna Ully, perancang busana Rima Ananda Omar, perancang rias Sena Sukarya, pengarah teknis Tinton Prianggoro, manajemen panggung Bayu Dharmawan Saleh, perancang cahaya Fajar Okto, dan skenografi Deden Bulqini.

Produser, Ratna Riantiarno, mengatakan selalu ada diskusi naskah kemudian reading, dan berlanjut ke proses latihan. Untuk pementasan ini, latihan dilakukan 50 kali dengan waktu sekitar tiga bulan. “Naskahnya dari penulisnya sendiri, kalaupun memang di dalam perjalanan ada yang perlu diubah bisa didiskusikan agar pemahamannya semua sama,” tuturnya.

Ia menyadari Teater Koma yang telah bergulir sejak Maret 1977 itu punya tantangan yang tak gampang, namun Ratna menekankan pentingnya kekeluargaan. Misalnya Budi Ros sejak muda hingga saat ini sudah memiliki keturunan masih bisa berperan sebagai pemeran utama Semar. “Banyak produksi yang membuka audisi untuk pementasan namun Teater Koma tak seperti itu, itu tujuannya bisnis kan. Kami tak menganggap Teater Koma sebagai bisnis karena paling setahun dua kali mengadakan pagelaran,” katanya.