5 Fakta Menarik Gelatik-Batu Jenggot, Siklus Reproduksi Cepat!

Penampakan dan Ciri Khas Gelatik-Batu Jenggot

Jika ada burung dengan nama yang tidak sesuai dengan taksonomi ilmiahnya, gelatik-batu jenggot (Panurus biarmicus) masuk dalam daftar tersebut. Nama mereka menunjukkan bahwa burung ini termasuk dalam famili Paridae alias burung gelatik. Namun, ternyata mereka justru menjadi satu-satunya anggota famili Panuridae yang berkerabat dengan branjangan (famili Alaudidae). Dari penampilan, gelatik-batu jenggot terbilang cukup menawan.

Bulu burung ini memiliki kombinasi cokelat agak jingga, hitam, abu-abu cerah, dan sedikit putih pada bagian tertentu. Yang menjadi ciri khas bagi burung ini ialah bulu sekitar mata yang memanjang ke bawah dan berwarna hitam sehingga terlihat seperti jenggot. Namun, hanya jantan yang punya ciri khas ini karena betina cenderung berwarna lebih polos.

Soal ukuran, panjang tubuh gelatik-batu jenggot sekitar 12—15 cm, rentang sayap 16—18 cm, dan bobot 11—20 gram. Tentunya, ada berbagai fakta menarik yang akan segera kita ulas dari burung imut yang satu ini. Jadi, kalau penasaran dan ingin kenalan dengan mereka, simak pembahasan berikut ini sampai selesai, ya!

Peta Persebaran, Habitat, dan Makanan Favorit

Soal persebaran, gelatik-batu jenggot bisa dibilang ada di area yang sangat luas. Bayangkan saja, mereka ditemukan mulai dari Eropa Barat (termasuk Britania Raya), Eropa Tengah, Skandinavia, Eropa Timur (sampai Rusia bagian Primorsky Krai), Balkan, Timur Tengah, Asia Barat, Asia Timur (China) dan Asia Selatan (India serta Pakistan). Luas area yang jadi rumah bagi gelatik-batu jenggot itu mencapai 23,7 juta km persegi.

Habitat utama gelatik-batu jenggot berada di sekitar sumber air. Artinya, tempat seperti kolam, danau, aliran sungai, rawa, sampai zona air payau dapat jadi rumah yang sesuai bagi burung ini. Mereka pun punya keterikatan dengan beberapa jenis tanaman air, semisal alang-alang dan rumput gajah, karena menyediakan tempat bertengger yang sesuai saat beristirahat. Gelatik-batu jenggot bukan termasuk burung yang bermigrasi sehingga akan selalu berada di tempat yang sama sepanjang tahun.

Soal urusan makanan, burung ini termasuk omnivor yang rutin mengganti makanan utama, tergantung musim. Saat musim panas, mereka lebih condong mencari berbagai jenis serangga atau invertebrata yang hidup di sekitar sumber air. Akan tetapi, saat musim dingin tiba, makanan utama berubah jadi biji-bijian tanaman air karena jumlah serangga berkurang pada saat tersebut. Gelatik-batu jenggot termasuk hewan diurnal sehingga segala aktivitas, termasuk pencarian makan, berlangsung selama Matahari masih terbit.

Kemampuan Kaki yang Unik

Gelatik-batu jenggot jelas mampu untuk terbang. Namun, mereka cenderung terbang dalam ketinggian rendah, yakni sekitar permukaan sumber air di rumah mereka saja. Kecepatan terbang burung ini tak tercatat dan terbilang tidak terlalu cepat. Namun, soal manuver, mereka terbilang sangat lincah ketika terbang karena padatnya vegetasi tanaman air di sekitar habitat alami.

Selain kelincahan, gelatik-batu jenggot punya kemampuan menarik lain di kedua kaki mereka. Kaki mereka mampu menahan bobot tubuh dengan baik sampai-sampai bisa bertengger dalam posisi vertikal atau kepala terbalik. Posisi bertengger ini umumnya mereka lakukan kalau sedang mencari makan di dekat permukaan air. Ketimbang harus terbang dekat dengan permukaan air, bertengger pada tanaman alang-alang terdekat secara vertikal jelas memberi keuntungan sendiri dalam hal menghemat energi. Malahan, kedua kaki ini dapat diandalkan saat mereka hendak berlari di atas tanah, meraih makanan yang ada di air, sampai mengais-ngais tanah atau rumput.

Kehidupan Sosial

Gelatik-batu jenggot termasuk hewan sosial yang hidup secara berkelompok dalam jumlah kecil. Kelompok tersebut umumnya berisikan pasangan atau beberapa individu berbeda sampai sekitar empat ekor, yang biasanya masih berkerabat alias sekeluarga. Kelompok burung yang satu ini selalu bersama ke mana pun pergi, baik saat mencari makan ataupun beristirahat saat malam. Malahan, pasangan gelatik-batu jenggot akan tidur di atas batang alang-alang yang sama setiap malamnya.

Mereka punya panggilan khas untuk memanggil anggota kelompok saat terpisah, yakni suara yang terdengar seperti ping atau ting yang mirip seperti bel sepeda. Selain untuk memanggil, suara dari burung ini dapat memberi tahu individu lain soal potensi bahaya di sekitar. Tentunya, ada nyanyian khusus yang dapat dilakukan jantan saat musim kawin demi menarik perhatian pasangan.

Sistem Reproduksi

Ternyata, gelatik-batu jenggot termasuk spesies hewan monogami alias setia dengan satu pasangan setelah pertama bertemu. Musim kawin bagi burung ini berlangsung antara Maret—September. Sepanjang waktu tersebut, betina dapat melakukan 4 siklus reproduksi dalam 1 musim kawin. Sebelum mulai bertelur, jantan dan betina sama-sama membangun sarang berbentuk cangkir atau kotak yang terbuat dari sisa bulu dan ujung alang-alang yang sudah tua. Sarang tersebut diletakkan di bagian bawah alang-alang, tetapi masih relatif jauh dari permukaan air.

Betina dapat menghasilkan 4—8 butir telur dalam 1 siklus reproduksi. Telur tersebut akan menjalani masa inkubasi selama 10—14 hari saja. Adapun, induk betina maupun jantan sama-sama mengambil peran mengerami telur secara bergantian. Setelah anak menetas dari telur pun kedua induk burung ini masih kompak untuk memberi makan anak-anak mereka.

Hanya butuh waktu 12—16 hari sebelum anak gelatik-batu jenggot bisa terbang, tetapi butuh tambahan sampai 2 minggu lagi sebelum dapat hidup mandiri. Usia rata-rata yang dapat dicapai spesies burung ini sebenarnya sekitar 3,1 tahun. Namun, beberapa individu diketahui mampu bertahan sampai usia 7 tahun.

Status Konservasi

Mengingat peta persebaran yang sangat luas, wajar kalau status konservasi gelatik-batu jenggot masih ada dalam kategori yang aman. Mereka masuk sebagai hewan dengan risiko rendah (Least Concern) dengan perkiraan populasi sekitar 3—6 juta individu. Selain karena persebaran, faktor siklus reproduksi yang singkat jadi penentu dari begitu besarnya populasi burung yang satu ini. Biarpun begitu, gelatik-batu jenggot bukannya tanpa ancaman.

Di sejumlah negara, populasi gelatik-batu jenggot justru mengalami penurunan seiring dengan kekeringan yang terjadi di danau, kolam air, ataupun rawa. Hancurnya habitat dan menipisnya tanaman alang-alang merupakan ancaman serius bagi spesies ini pada masa mendatang. Ditambah lagi, kondisi perubahan iklim yang membuat musim dingin jadi jauh lebih dingin menyebabkan kematian dini bagi gelatik-batu jenggot karena tidak terbiasa dengan temperatur dingin yang terlampau ekstrem.

Ternyata, gelatik-batu jenggot tak hanya punya penampilan rupawan, tetapi ada pula sederet kemampuan yang menarik. Siapa sangka kalau di alam, ada burung cantik yang dapat bergelantungan secara vertikal atau terbalik ketika beristirahat atau mencari makan, kan? Kalau menurutmu, apa yang paling menarik dari gelatik-batu jenggot?

Dilema Asuransi Kesehatan Swasta dan Sistem Co-Payment

Sejarah dan Peran Asuransi dalam Sistem Hukum Indonesia

Asuransi adalah sistem pertanggungan yang dirancang untuk memberikan manfaat bagi perusahaan asuransi sekaligus melindungi nasabah dari berbagai risiko keuangan atau kerugian. Meskipun terdengar seperti konsep modern, asuransi sudah ada di Indonesia sejak masa kolonial. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yang merupakan warisan dari masa penjajahan.

Saat ini, pengaturan asuransi diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Selain itu, aturan umum juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan KUHD. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang mengawasi sektor jasa keuangan, termasuk asuransi, telah menerbitkan Surat Edaran No. 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Dalam surat edaran ini, dibahas mengenai co-payment, yaitu skema pembagian risiko antara peserta asuransi dan perusahaan asuransi.

Apa Itu Co-Payment?

Co-payment merujuk pada bentuk partisipasi peserta asuransi dalam membayar biaya layanan kesehatan. Menurut informasi dari OJK, co-payment diberlakukan sebagai upaya mencegah moral hazard dan mengurangi penggunaan layanan kesehatan secara berlebihan (overutilitas). Dalam surat edaran tersebut, peserta asuransi kesehatan harus menanggung 10 persen dari total biaya yang diajukan. Namun, perusahaan asuransi diperbolehkan menetapkan batas maksimum biaya yang lebih tinggi, selama hal tersebut dicantumkan dalam polis.

Meski demikian, penerapan co-payment ini dinilai bertentangan dengan fungsi utama asuransi, yang seharusnya menjadi alat transfer risiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi. Pasal 246 KUHD menyatakan bahwa asuransi adalah perjanjian di mana penanggung mengikatkan diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan ganti rugi atas kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan akibat suatu peristiwa tidak pasti.

Premi dan Batasan dalam Asuransi Kesehatan

Premi adalah bentuk kewajiban nasabah dalam membayar sejumlah uang kepada perusahaan asuransi. Pembayaran ini dilakukan berdasarkan perhitungan yang matang, sesuai dengan kondisi tertanggung. Premi menjadi dasar pengalihan risiko kesehatan kepada perusahaan asuransi. Untuk asuransi kesehatan, biasanya terdapat pemeriksaan kesehatan awal sebelum menentukan besarnya premi dan nilai pertanggungan.

Selain itu, dalam asuransi kesehatan biasanya terdapat dua jenis batasan: annual limit dan life limit. Annual limit adalah batasan nominal klaim yang bisa diajukan dalam setahun, sedangkan life limit adalah batasan total klaim sepanjang masa perlindungan. Batasan-batasan ini menjadi panduan nasabah dalam menggunakan fasilitas kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan asuransi.

Kritik terhadap Penerapan Co-Payment

Penerapan co-payment dianggap tidak logis karena nasabah sudah memiliki kewajiban membayar premi dan menjalani batasan klaim yang telah ditentukan. Jika tujuan co-payment adalah mencegah overutilitas, maka seharusnya batasan yang sudah ada dalam polis cukup digunakan. Selain itu, asuransi swasta bukanlah bentuk asuransi wajib, sehingga nasabah bergabung dengan kesadaran penuh dan sepakat mengalihkan risiko kepada perusahaan asuransi.

Menurut penulis, OJK sebaiknya tidak melanjutkan penerapan co-payment karena akan merugikan nasabah. Asuransi kesehatan swasta dirancang untuk memberikan perlindungan tanpa beban tambahan yang tidak seimbang. Dengan adanya batasan klaim dan premi yang telah ditentukan, nasabah sudah diberi perlindungan yang cukup. Oleh karena itu, penting bagi lembaga pengawas untuk mempertimbangkan kepentingan nasabah dalam setiap regulasi yang dikeluarkan.