Film Animasi Merah Putih Satu untuk Semua Dibuat dengan Dana Gotong Royong Rp10-15 Miliar

Semangat Gotong Royong Membentuk Film Animasi Merah Putih One For All

Sutradara sekaligus produser film animasi Merah Putih One For All, Endiarto, menegaskan bahwa karya terbarunya lahir bukan dari modal uang tunai. Ia menekankan bahwa film animasi ini bisa hadir berkat semangat gotong royong para kru dan talent yang terlibat dalam proses pembuatannya.

Endiarto menyebut bahwa jika seluruh kontribusi tersebut dinilai dalam bentuk rupiah, nilainya bisa mencapai Rp10-15 miliar. “Kita memulainya dengan komitmen gotong royong, bukan duit tapi usaha masing-masing. Kalau ditanya modalnya apa? Ya bukan uang tapi effort kami, potensi dan talenta,” katanya saat mampir ke acara Si Paling Seleb.

“Ada animator, ada dubber, dan talent, semua nggak ada yang diberikan uang. Kalau dinilai, itu bisa 10-15 miliar toh?” tambahnya. Pernyataan ini juga menjadi klarifikasi atas kabar yang sempat beredar bahwa film Merah Putih One For All mendapatkan pendanaan pemerintah sebesar Rp6-7 miliar.

Endiarto mengaku kaget saat mendengar isu tersebut karena menurutnya kabar tersebut terlalu liar berkembang di media sosial. “Kaget udah pasti, wah ada uang segini enak banget, nggak usah makan nasi goreng Rp15 ribu, kita makan fast food dong,” ucapnya. “Kami menyadari bahwa ini selentingan kabar yang kemudian terkompilasi jadi sebesar ini.”

Endiarto kemudian menjelaskan alasan rekannya Toto Soegriwo sempat berucap soal angka 6-7 miliar saat ditanya oleh netizen. “Kan kita nggak ada budget, jadi (dia) bingung jelasin. Akhirnya diberikan definisi angka itu berdasarkan kontribusi tim,” bebernya. “Kalau diakumulasi dari awal sampai akhir, nilainya bisa 6 bisa 7 miliar, bahkan lebih,” terang Endiarto.

Meski tanpa dana segar, ia menegaskan proses produksi berjalan karena adanya komitmen bersama. “Modal kami adalah gotong royong. Itu yang bikin film ini bisa selesai,” tuturnya.

Tujuh Fakta Menarik tentang Film Merah Putih One For All

Berikut tujuh fakta menarik tentang film animasi Merah Putih: One For All yang tengah menjadi sorotan:

  1. Usung Tema Kebangsaan dan Persatuan Anak-anak Nusantara

    Film ini mengisahkan petualangan delapan anak dari berbagai latar budaya, yakni Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan etnis Tionghoa yang tergabung dalam “Tim Merah Putih”. Mereka bersatu untuk mencari dan menyelamatkan bendera pusaka tiga hari sebelum upacara kemerdekaan 17 Agustus.

  2. Debut Animasi Layar Lebar oleh Perfiki Kreasindo

    Film animasi ini diproduksi oleh Perfiki Kreasindo yang merupakan bagian dari Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail. Merah Putih: One For All disutradarai oleh Endiarto dan Bintang Takari. Mereka juga terlibat dalam penulisan skenario, bersama dengan produser Toto Soegriwo dan produser eksekutif Sonny Pudjisasono.

  3. Diproduksi Anggaran yang Cukup Besar

    Proses produksi dimulai sekitar Juni 2025 dan rampung dalam waktu sekitar dua bulan menjelang penayangan. Film ini kabarnya menelan biaya produksi sebesar Rp 6,7 miliar. Angka tersebut tergolong cukup besar untuk proyek animasi lokal.

  4. Penayangan Strategis Menjelang HUT ke-80 RI

    Merah Putih: One For All akan tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 14 Agustus 2025. Pemilihan tanggal ini sengaja agar berdekatan dengan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.

  5. Menuai Kontroversi karena Kualitas

    Animasi Trailer film ini menuai kritik tajam dari netizen yang menyoroti kualitas animasi yang dirasa kaku dan kurang matang. Alhasil, film ini dibanding-bandingkan dengan beberapa animasi lokal lain seperti Jumbo. Sutradara Jumbo, Ryan Adriandhy, pun angkat suara menyindir eksekusi film ini yang dianggap terburu-buru dan kurang serius.

  6. Dugaan Penggunaan Aset Beli dari Marketplace

    Konten kreator YouTube Yono Jambul menemukan sejumlah aset film dibeli dari marketplace seperti Daz3D, termasuk latar “Street of Mumbai” yang dinilai tidak mencerminkan nuansa lokal Indonesia.

  7. Perbandingan dengan Demon Slayer dan Jumbo

    Warganet membandingkan film ini dengan Demon Slayer dan animasi lokal Jumbo. Demon Slayer disebut hanya menghabiskan sekitar Rp 1,8 miliar per episode namun menghadirkan kualitas kelas dunia, sementara Jumbo dinilai berhasil mengangkat standar animasi Indonesia.

Selain itu, website resmi Perfiki Kreasindo tidak dapat diakses dan menampilkan error “403 Forbidden”. Situs resminya yang memunculkan error 404 saat dicari publik, seolah produksi ini sengaja ingin membatasi informasi atau memang belum siap diungkap seutuhnya.

Leave a Comment