6 Fakta Menarik Geoffroy’s Tamarin, Rambut Mohawk yang Membuatnya Beda!

Mengenal Geoffroy’s Tamarin, Primata Mungil dengan Banyak Keunikan

Geoffroy’s Tamarin atau yang dikenal juga sebagai Tamarin Jambul Merah Panama atau Tamarin Tengkuk Merah adalah salah satu primata terkecil yang tinggal di wilayah Panama. Dengan wajah imut, jambul putih khas, dan tubuh kecil, tamarin ini memiliki banyak ciri khas yang membuatnya menarik untuk dipelajari. Mari kita mengenal lebih dekat tentang si mungil lincah ini melalui deretan fakta unik berikut.

1. Monyet Terkecil di Wilayah Panama

Geoffroy’s Tamarin merupakan salah satu monyet terkecil yang hidup di Panama. Ukuran tubuhnya sekitar 21,6 hingga 24,3 cm, sedangkan ekornya mencapai panjang 30,5 hingga 41,9 cm. Beratnya hanya berkisar antara 226,8 hingga 907,2 gram. Jenis kelamin jantan dan betina memiliki perbedaan ukuran, meskipun secara visual terlihat mirip. Betina biasanya lebih besar daripada jantan.

2. Ciri Khas dengan Jambul Putih di Kepala

Salah satu ciri khas dari Geoffroy’s Tamarin adalah jambul putih di kepala mereka, yang membuatnya terlihat seperti anak punk. Warna bulu mereka sangat beragam, mulai dari kepala hingga ekor. Bagian kepala berwarna hitam dengan sedikit bulu tipis berwarna putih. Leher bagian atas berwarna cokelat kemerahan, sedangkan leher bawah hingga perut berwarna putih. Punggungnya memiliki kombinasi warna cokelat muda dan hitam, serta ekor yang berfungsi sebagai alat menjaga keseimbangan, memiliki warna cokelat dan hitam.

3. Pemakan Segala yang Lincah

Geoffroy’s Tamarin adalah hewan omnivora yang makanannya terdiri dari buah-buahan, serangga, bunga, nektar, getah tanaman, dan hewan kecil. Mereka bisa melompat hingga 4,87 meter antar pohon dan menggunakan tangan serta jari-jari mereka untuk mencari makanan di celah-celah pohon. Meskipun tidak suka turun dari pohon secara vertikal, mereka bisa menempel pada kulit pohon dengan cakar mereka saat memakan eksudat atau getah. Selain itu, mereka membantu penyebaran biji-bijian di hutan melalui kotorannya.

4. Sistem Sosial yang Unik

Geoffroy’s Tamarin hidup dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 hingga 9 individu. Berbeda dengan jenis primata lain, mereka dipimpin oleh betina tertua dalam kelompok, yang dikenal sebagai matriark. Jantan bisa bersaing untuk mendapatkan perhatian betina selama musim kawin, tetapi mereka saling membantu dalam melindungi wilayah dan merawat bayi ketika ada anggota baru dalam kelompok.

5. Cara Komunikasi yang Beragam

Mereka memiliki cara komunikasi yang sangat beragam, termasuk vokalisasi seperti siulan dan jeritan, gerakan tubuh seperti tangan dan postur tubuh, serta penandaan aroma. Betina lebih sering melakukan penandaan aroma karena memiliki kelenjar suprapubik yang lebih besar. Mereka juga bisa menirukan panggilan spesies lain, seperti burung sikatan Panama.

6. Terancam Akibat Kehilangan Habitat

Habitat utama Geoffroy’s Tamarin berada di hutan primer, sekunder, hutan tropis kering, dan lembap di Panama timur dan Kolombia barat laut. Sayangnya, habitat mereka rusak akibat deforestasi, pembangunan perumahan, perburuan, dan penebangan kayu. IUCN menyebutkan bahwa Geoffroy’s Tamarin berstatus “Near Threatened”. Pemerintah telah melakukan upaya untuk melindungi spesies ini melalui perjanjian internasional dan edukasi kepada masyarakat.

Geoffroy’s Tamarin adalah contoh bahwa ukuran bukan segalanya. Meski mungil, mereka memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Penampilan imut dan perilaku sosial yang hangat membuat primata ini menarik untuk dipelajari dan dijaga keberadaannya. Menyelamatkan Geoffroy’s Tamarin berarti ikut melestarikan hutan yang menjadi tempat tinggalnya.

5 Fakta Menarik Burung Julang Sulawesi, Sangat Indah!

Penampilan Julang Sulawesi yang Menarik

Julang sulawesi memiliki penampilan yang sangat menarik, terutama di bagian kepalanya. Bagian ini menjadi salah satu cara untuk membedakan antara burung jantan dan betina. Burung jantan memiliki leher berwarna merah kecokelatan, mata merah, pangkal paruh berwarna kebiruan, paruh panjang berwarna kuning dengan corak unik, serta jambul besar berwarna merah di atas kepala. Sementara itu, burung betina memiliki bulu di lehernya berwarna hitam dengan sedikit kebiruan di dekat pangkal paruh, mata kecokelatan, paruh kuning, dan jambul berwarna kuning.

Selain dari bagian kepala, ciri fisik jantan dan betina cenderung mirip dengan bulu di badan yang didominasi warna hitam dan bulu ekor berwarna putih. Ukuran julang sulawesi termasuk dalam kelompok burung julang dengan ukuran masif. Dalam satu kelompok, maksimal terdapat 50 individu yang akan bergerak bersama setiap hari, khususnya ketika mencari makan.

Habitat dan Makanan Favorit

Julang sulawesi merupakan hewan endemik Indonesia yang secara eksklusif berada di Pulau Sulawesi. Peta persebaran mereka cukup merata dari ujung ke ujung pulau. Beberapa kantung populasi juga bisa ditemukan di pulau-pulau kecil sekitar Sulawesi seperti Pulau Lembeh, Togian, Muna, dan Butung.

Habitat utama bagi julang sulawesi adalah hutan dataran tinggi atau bukit dengan vegetasi yang sangat lebat dan rapat. Mereka suka berada di tempat dengan elevasi antara 1.100—1.800 meter di atas permukaan laut. Saat musim kawin tiba, biasanya julang sulawesi akan pindah ke hutan sekunder.

Untuk urusan makanan, burung yang satu ini termasuk frugivor alias pemakan buah. Terdapat sekitar 52 jenis buah berbeda yang dikonsumsi julang sulawesi, dimana 19 di antaranya adalah jenis buah ara (sekitar 60—82 persen). Namun, kadang-kadang beberapa individu dalam momen yang langka kedapatan mengonsumsi serangga untuk melengkapi menu makanan.

Sarang yang Unik

Julang sulawesi termasuk burung yang bergerak secara berkelompok. Dalam satu kelompok, maksimal terdapat 50 individu yang akan bergerak bersama setiap hari, khususnya ketika mencari makan. Dalam satu hari, kelompok julang ini dapat melindari area seluas 30—60 km persegi.

Setelah beraktivitas, masing-masing julang sulawesi akan kembali ke sarang untuk beristirahat. Sebenarnya sarang burung ini memanfaatkan lubang atau celah yang ada di batang pohon, tetapi mereka melakukan sedikit modifikasi supaya dapat tinggal dengan nyaman. Sarang yang dimodifikasi tersebut punya beberapa keunikan tersendiri.

Mengingat ukuran julang sulawesi yang besar, seharusnya sarang buatan burung ini turut berukuran besar. Namun, julang sulawesi betina justru “mengurung” diri sendiri di dalam sarang dengan memanfaatkan lumpur, kotoran, sampai sisa-sisa buah. Akibatnya, hanya ada satu celah kecil saja yang hanya muat dimasuki paruh jantan dari luar.

Pengurungan ini dilakukan betina saat ia sedang mengasuh anak. Artinya, ada kerja sama unik antara jantan dan betina, dimana jantan akan berusaha mencari makanan sambil membawanya ke sarang untuk betina, sementara betina akan menjaga anak mereka. Kondisi ini akan berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan 2 bulan!

Sistem Reproduksi

Julang sulawesi ternyata termasuk hewan monogami. Ketika satu pasangan terbentuk, keduanya akan selalu bersama sampai salah satu di antaranya mati. Musim kawin bagi burung ini berlangsung sekitar pertengahan bulan Juni. Setelah selesai kawin, betina akan mulai mempersiapkan sarang seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Rata-rata betina hanya akan menghasilkan 2—3 butir telur dalam satu musim kawin. Telur-telur ini akan menjalani masa inkubasi selama 32—35 hari sebelum akhirnya menetas di dalam sarang. Setelah lahir, anak julang sulawesi akan bersama si induk selama 58—140 hari. Sayangnya, dari jumlah telur yang dihasilkan, umumnya hanya akan ada seekor anak saja yang selamat sampai usia dewasa.

Status Konservasi

Berdasarkan catatan IUCN Red List, julang sulawesi masuk dalam daftar hewan rentan punah. Parahnya lagi, tren populasi burung ini diduga terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Ada banyak masalah yang dihadapi spesies julang ini dan mayoritas dari masalah itu justru datang dari aktivitas manusia.

Misalnya saja, pembukaan lahan yang menghancurkan hutan di sepanjang peta persebaran julang sulawesi sudah sangat parah sejak tahun 1990-an. Masalahnya, pembukaan lahan itu dilakukan secara serampangan dan tak jarang dilakukan secara tak terkontrol, semisal lewat pembakaran hutan. Akibatnya, burung ini kesulitan untuk memperoleh rumah, bereproduksi dengan baik, sekaligus sulit mencari makanan. Belum lagi, ketika peraturan yang melindungi belum keluar, julang sulawesi sering jadi target berburu untuk dikonsumsi ataupun untuk dijadikan hewan peliharaan eksotis.

Berdasarkan masalah itu, julang sulawesi akhirnya memperoleh perlindungan lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi. Selain regulasi, upaya mengembalikan hutan dan konservasi terhadap burung ini turut dilakukan dengan harapan populasi mereka jadi lebih stabil atau bahkan meningkat. Semoga saja sederet upaya tersebut bisa membuahkan hasil yang positif. Soalnya sayang sekali, kan, kalau burung cantik yang satu ini sampai punah di alam.