Berita Utama: IHSG Mendekati Level 8.000 dan COIN 43% Setelah IPO

Perkembangan Pasar Saham dan Kinerja Perusahaan Terkini

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kenaikan signifikan sebesar 1,3% pada penutupan perdagangan Rabu (13/8), dengan posisi indeks mencapai rekor tertinggi sepanjang masa yaitu 7.892. Kenaikan ini didorong oleh nilai transaksi saham yang mencapai Rp 21,07 triliun dan kapitalisasi pasar yang mencapai Rp 14.233 triliun. Sebanyak 346 saham menguat, sementara sembilan dari sebelas sektor terpantau naik, dipimpin oleh sektor teknologi.

Di tengah lonjakan IHSG, beberapa saham juga mencatat kenaikan signifikan, seperti PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), meskipun ada juga saham yang terkoreksi, seperti PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI). Selain itu, terjadi sejumlah transaksi crossing besar, termasuk pada saham PT Impack Pratama Industri Tbk (IMPC) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS).

Free Float Saham COIN Melonjak Jadi 43% Usai IPO

Saham PT Indo Kripto Semesta Tbk (COIN) mencatat lonjakan drastis dalam porsi free float, meningkat dari 15% saat penawaran umum perdana (IPO) menjadi 43,05%. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan di kalangan investor terkait penyebabnya, karena free float biasanya merujuk pada saham yang dimiliki publik kurang dari 5% per individu, tidak termasuk pemegang saham pengendali atau direksi.

Direktur Keuangan COIN, Abraham Nawawi, menjelaskan bahwa kenaikan free float ini bukan karena penjualan saham, melainkan hasil rekategorisasi sesuai Peraturan Bursa Efek Indonesia Nomor I-A. Aturan tersebut mengklasifikasikan seluruh pemegang saham dengan kepemilikan di bawah 5% sebagai saham masyarakat, asalkan bukan pengendali, afiliasi, komisaris, direksi, atau saham treasury.

Kinerja Emiten Kawasan Industri Konglomerasi

Perusahaan pengembang kawasan industri menunjukkan kinerja yang beragam selama semester pertama tahun 2025. PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) mencatat kenaikan laba bersih sebesar 523,54% menjadi Rp 310,65 miliar, didorong oleh lonjakan penjualan dan pendapatan jasa. Penjualan tanah matang menjadi kontributor utama pendapatan KIJA pada periode ini.

Sebaliknya, PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) mencatat penyusutan laba bersih sebesar 46,09% menjadi Rp 433,01 miliar, meskipun segmen industri masih mendominasi pendapatannya. Sementara itu, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) membukukan rugi Rp 32,34 miliar, berbalik dari laba tahun sebelumnya, akibat penurunan pendapatan dan peningkatan beban dari entitas ventura bersama.

Rekomendasi Saham Pilihan Analis

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan melanjutkan penguatan pada perdagangan Rabu (13/8) setelah mencetak kenaikan harian tertinggi sepanjang tahun ini. Proyeksi ini didukung sinyal teknikal bullish seperti golden cross pada indikator MACD dan potensi pengujian level resistance berikutnya.

Analisis dari BinaArtha Sekuritas memprediksi IHSG dapat mencapai 8.025, sementara Phintraco Sekuritas menargetkan 7.910. Beberapa sekuritas terkemuka telah mengeluarkan daftar saham pilihan mereka untuk perdagangan hari ini, lengkap dengan rekomendasi level support dan resistance. Beberapa saham yang direkomendasikan antara lain BBRI, RATU, WIFI, dan GOTO.

Telkom Indonesia Akan Gelar RUPSLB

PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 3 September 2025 dengan agenda utama perubahan jajaran pengurus perseroan. Agenda ini menjadi perhatian lantaran pada tahun yang sama, manajemen telah melakukan pergantian direksi melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Maret 2025 lalu.

Dalam RUPST tersebut, Dian Siswarini resmi diangkat sebagai Direktur Utama Telkom, menggantikan Ririek Adriansyah, dan Muhammad Awaluddin ditunjuk sebagai Wakil Direktur Utama. Selain itu, RUPST juga mengukuhkan Angga Raka Prabowo sebagai Komisaris Utama Telkom, menggantikan Bambang Brodjonegoro yang mengundurkan diri untuk fokus pada jabatan barunya di Asian Development Bank Institute (ADBI).

Perubahan kepemimpinan ini menunjukkan dinamika signifikan dalam struktur korporasi Telkom Indonesia yang merupakan salah satu BUMN strategis.

Emiten Nikel Tampilkan Kinerja Menggembirakan, Ini Saran Analisnya

Kinerja Positif Emitter Nikel di Semester I-2025

Beberapa perusahaan produsen nikel di Indonesia berhasil menunjukkan kinerja keuangan yang positif pada semester pertama tahun 2025. Meskipun harga komoditas tersebut sedang mengalami penurunan, sejumlah emiten tetap mampu mencatat pertumbuhan yang signifikan.

Salah satu contohnya adalah PT PAM Mineral Tbk (NICL). Perusahaan ini mencatat peningkatan penjualan sebesar 152,07% secara year on year (YoY) menjadi Rp 1,05 triliun. Laba bersih NICL juga melonjak hingga 386,51% YoY menjadi Rp 358,07 miliar. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan volume penjualan nikel sebesar 166,46% YoY menjadi 1.885.433 metrik ton.

Selain NICL, PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) juga mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 115,3% YoY menjadi Rp 950,7 miliar. Laba bersih DKFT meningkat 38,2% YoY menjadi Rp 310,3 miliar. Volume penjualan bijih nikel DKFT naik 158,9% YoY menjadi 1,8 juta metrik ton, sementara produksi bijih nikelnya tumbuh 140,3% YoY menjadi 1,7 juta metrik ton.

PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel juga mencatat kenaikan pendapatan sebesar 10,16% YoY menjadi Rp 14,10 triliun. Laba bersih NCKL meningkat 18,77% YoY menjadi Rp 4,05 triliun. Dari sisi operasional, total penjualan bijih nikel NCKL mencapai 12,36 juta wet metric ton (wmt) pada semester I-2025, tumbuh 48% YoY. Di segmen hilir, smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) NCKL mencatat penjualan sebesar 84.817 ton kandungan nikel, sedangkan smelter High Pressure Acid Lead (HPAL) mencatat penjualan MHP dan NiSO sebesar 65.310 ton.

Di sisi lain, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengalami penurunan pendapatan sebesar 10,86% YoY menjadi US$ 426,74 juta. Laba bersih INCO turun 32,29% YoY menjadi US$ 25,25 juta. Namun, INCO berhasil meningkatkan produksi nikel dalam matte sebesar 2% YoY menjadi 35.584 ton. Pengiriman nikel juga meningkat dari 17.096 ton pada kuartal I-2025 menjadi 18.023 ton pada kuartal II-2025.

Manajemen INCO tetap optimistis terhadap prospek bisnis perusahaan pada semester II-2025. Optimisme ini didasarkan pada persetujuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk 2,2 juta ton bijih saprofit dari Blok Bahodopi serta peningkatan harga baru dengan pelanggan untuk produk nikel matte.

Sementara itu, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) belum merilis laporan keuangan, namun berhasil memproduksi bijih nikel sebanyak 9,10 juta wmt atau naik 117% YoY pada akhir semester I-2025. Penjualan bijih nikel ANTM juga melesat 144% YoY menjadi 8,20 juta wmt.

Analis Korean Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi menyatakan bahwa kinerja positif sebagian besar emiten nikel dipengaruhi oleh lonjakan volume produksi atau penjualan bijih nikel. Kenaikan volume ini mampu mengompensasi penurunan harga nikel. Mengutip Trading Economics, harga nikel berada di level US$ 15.037 per ton pada Senin (4/8), turun 1,72% year to date (ytd) sejak awal tahun.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menambahkan bahwa peluang bagi emiten nikel untuk kembali meraih kinerja positif masih terbuka pada semester II-2025. Pertumbuhan produksi dari masing-masing emiten dan potensi pembatasan pasokan di dalam negeri dapat mengurangi tekanan harga global. Permintaan dari sektor stainless steel global juga mulai pulih.

Menurut Ekky, emiten nikel yang berpeluang unggul pada sisa tahun ini adalah mereka yang mampu menjaga volume produksi dan penjualan tinggi dengan struktur biaya efisien. NCKL terlihat unggul karena margin penjualan ekspor dan pipeline hilirisasi yang kuat. Emiten lain seperti NICL dan DKFT juga mencatat perbaikan profitabilitas yang signifikan.

Di lain pihak, ANTM tetap menjadi tolok ukur utama bagi sektor nikel di Indonesia. Sementara INCO lebih sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas. Pemulihan kinerjanya sangat bergantung pada perbaikan harga nikel di pasar global.

Ekky melihat bahwa NCKL dan ANTM layak dikoleksi investor sebagai core holding di sektor nikel. Saham DKFT cocok untuk strategi momentum atau swing trading, sedangkan saham INCO bersifat spekulatif dengan berbasis sentimen harga nikel.

Saham NCKL berpotensi melanjutkan penguatan ke target harga berikutnya di kisaran Rp 1.080—1.100 per saham. Saham ANTM saat ini sedang tertekan, namun jika bisa berbalik arah, ada potensi kembali ke atas level Rp 3.000 dengan target harga Rp 3.800—4.000 per saham secara jangka panjang. Adapun saham INCO berpotensi kembali ke level Rp 4.300—4.400 per saham dalam jangka menengah.

Wafi berpendapat bahwa NCKL berpotensi menjadi emiten nikel dengan kinerja paling unggul karena adanya integrasi bisnis yang solid dari hulu ke hilir, diversifikasi produk nikel, dan efisiensi operasional. Saham NCKL layak dicermati investor dengan target harga di level Rp 1.300 per saham.