Yusril: Pembayaran ID Tak Intai Aktivitas Transaksi Masyarakat

Pemantauan Transaksi Digital dan Perlindungan Hak Privasi

Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan bahwa sistem Payment ID yang dibuat oleh Bank Indonesia (BI) tidak bertujuan untuk mengungkap aktivitas transaksi masyarakat. Ia menegaskan bahwa pemantauan aktivitas transaksi digital bukan berarti menghilangkan privasi warga negara.

Yusril menjelaskan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi warga dari aktivitas transaksi yang mencurigakan dan berbahaya. “Memang pada satu sisi ada perlindungan terhadap hak-hak privasi warga,” kata Yusril dalam pernyataannya. Ia menekankan bahwa akses data harus dilakukan dengan otoritas yang berwenang dan melalui mekanisme hukum yang ketat, termasuk untuk kepentingan pajak. “Pemerintah bertanggung jawab untuk membangun sistem yang aman, transparan, dan akuntabel.”

Tujuan Sistem Payment ID

Payment ID diharapkan dapat meningkatkan transparansi transaksi keuangan. Menurut Yusril, sistem ini bisa menjadi alat untuk mendeteksi aktivitas ilegal seperti pencucian uang, perjudian online, dan pendanaan terorisme. Untuk tahap awal, Yusril mendukung sistem pembayaran tersebut dapat membantu akurasi penyaluran bantuan sosial nontunai. “Tujuan sistem Payment ID ini adalah sebagai sebuah terobosan untuk membangun sistem keuangan yang lebih transparan, akurat, dan terintegrasi,” jelasnya.

Yusril juga menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk melindungi hak privasi warga negara dalam bertransaksi keuangan. Ia memastikan bahwa Payment ID memiliki landasan hukum yang memadai dan prosedur yang tepat sesuai dengan Pasal 28G ayat 1 UUD 1945. “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya,” ujarnya.

Kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi

Yusril menyatakan bahwa Payment ID harus selaras dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Ia menjelaskan bahwa UU tersebut merupakan benteng utama yang menjamin data pribadi masyarakat tidak akan diakses oleh pemerintah tanpa dasar hukum yang jelas, tanpa persetujuan dari pemilik data, dan tanpa tujuan yang sah. “UU ini menjadi benteng utama yang menjamin data pribadi masyarakat tidak bakal disalahgunakan,” tegas Yusril.

Ia menjamin bahwa Payment ID akan memenuhi prinsip perlindungan data. Data hanya boleh digunakan sesuai dengan tujuan yang telah dikomunikasikan. Selain itu, data harus dilindungi dari peretasan dan penyalahgunaan. Pengendali data pun wajib bertanggung jawab atas setiap proses pengolahan data.

Mekanisme Pengawasan yang Kuat

Yusril menegaskan bahwa pemerintah akan mengimplementasikan Payment ID dengan memperkuat mekanisme pengawasan. Ia menyebutkan bahwa pemerintah akan memperkuat mekanisme pengawasan transaksi seperti audit rutin dan sanksi bagi penyalahgunaan data. Yusril juga menyatakan bahwa pihak akan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk memastikan data tidak disalahgunakan untuk tujuan di luar mandat, termasuk soal pemantauan pajak. Ia memastikan bahwa perlindungan data pribadi tetap menjadi prioritas utama dan tidak ada satu pun hak warga negara yang dilanggar, terutama untuk Payment ID.

Tanggapan dari Aktor Lain

Sebelumnya, pegiat perlindungan konsumen Tulus Abadi merespons rencana penerapan Payment ID oleh Bank Indonesia. Kebijakan ini rencananya bisa mendeteksi seluruh aktivitas transaksi masyarakat baik melalui perbankan, dompet digital, lokapasar, dan kanal lainnya. Menurut Tulus, instrumen ini sama saja dengan menelanjangi semua aktivitas transaksi masyarakat. “Semua transaksi akan terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) masing-masing individu,” ujarnya.

Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) itu menyebut publik masih belum pulih dari kehebohan pemblokiran rekening dorman, kini kembali dibuat resah oleh rencana penerapan Payment ID. Ia menilai kebijakan ini berpotensi melanggar hak warga negara, termasuk rahasia perbankan, keamanan bertransaksi, dan perlindungan data pribadi. “Bank Indonesia terlalu jauh masuk ke ranah privat warga negara, sehingga berpotensi melanggar hak asasi,” ujarnya.

Tulus menduga bahwa Payment ID hanya akan menjadi instrumen menggenjot pendapatan pajak namun mengorbankan hak asasi masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini belum menjadi praktik umum internasional. Hingga saat ini, menurutnya kebijakan serupa baru ada di lima negara, yakni Singapura, Swedia, India, Brasil, dan Cina.

Ia mengingatkan BI agar tidak gegabah, apalagi jika motivasinya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Menurut Tulus, pemerintah seharusnya fokus mengejar pajak dari pembayar pajak kelas kakap, baik korporasi maupun individu superkaya. Ditambah lagi menurutnya, penerapan Payment ID justru bisa menggerus kepercayaan publik pada sektor perbankan dan transaksi digital. “Keberlanjutan ekonomi digital terancam, dan ujungnya masyarakat serta negara dirugikan,” kata Tulus.

Keberadaan Payment ID dalam Sistem Keuangan

Payment ID merupakan identitas pembayaran berbasis NIK yang mengintegrasikan seluruh transaksi keuangan individu. Sistem ini membuat setiap orang memiliki satu identitas keuangan unik yang terhubung ke berbagai kanal transaksi, mulai dari rekening bank, kartu kredit, dompet digital, hingga platform fintech.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan, sebelumnya menjelaskan bahwa Payment ID akan menjadi fondasi sistem pembayaran yang transparan dan bertanggung jawab. Menurut dia, perkembangan pesat sistem pembayaran digital membuat data transaksi masyarakat terfragmentasi di sejumlah platform. Banyak orang memiliki beberapa rekening, dompet digital, dan pinjaman daring yang tidak saling terhubung. Dengan Payment ID, setiap warga akan memiliki kode unik yang mencegah duplikasi identitas keuangan.

Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Kinerja 12 Bisnis Grup Bakrie: Siapa yang Untung dan Rugi?

Kinerja Keuangan Grup Bakrie di Semester Pertama Tahun 2025

Grup Bakrie, yang didirikan oleh Achmad Bakrie pada tahun 1942 sebagai perusahaan perdagangan umum, telah mengalami berbagai perubahan kepemimpinan sepanjang sejarahnya. Pada masa lalu, kepemimpinan dilanjutkan oleh Aburizal Bakrie, yang kemudian memilih untuk pensiun dari bisnis dan beralih ke dunia politik. Saat ini, Grup Bakrie dipimpin oleh Anindya Novyan Bakrie, putra Achmad Bakrie, yang menjadi generasi ketiga dalam keluarga tersebut.

Sebagai CEO dan Presiden Direktur Bakrie & Brothers, Anindya mendorong pengembangan bisnis ke sektor energi terbarukan, termasuk kendaraan listrik melalui PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR). Selain itu, Grup Bakrie juga memiliki bisnis di berbagai sektor seperti infrastruktur, energi, media, dan pertambangan. Meski begitu, grup ini dikenal jarang membagikan dividen kepada pemegang saham karena kerugian yang tercatat dalam beberapa tahun terakhir.

Hingga saat ini, ada 12 perusahaan dalam konglomerasi Grup Bakrie yang telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Beberapa di antaranya telah melaporkan kinerja keuangan selama semester pertama tahun 2025. Berikut adalah ringkasan kinerja dari 12 emiten tersebut:

1. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR)

Dulunya menjadi induk utama perusahaan-perusahaan Grup Bakrie, BNBR sempat mengalami penurunan harga saham antara 2019–2021. Dalam laporan keuangan semester pertama 2025, BNBR mencatatkan laba bersih sebesar Rp 55,87 miliar, turun 60,04% dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan perseroan juga turun sedikit menjadi Rp 1,77 triliun dari Rp 1,79 triliun secara year on year (yoy).

2. PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR)

Perseroan fokus pada perdagangan mobil dan sepeda motor baru berbasis listrik. VKTR mencatatkan penyusutan laba bersih sebesar 68,69%, yaitu menjadi Rp 4,73 miliar dari Rp 15,11 miliar. Namun, pendapatan naik menjadi Rp 414,03 miliar dari Rp 408,99 miliar secara yoy.

3. PT Bumi Resources Tbk (BUMI)

BUMI bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi batu bara serta minyak. Laba bersih perseroan turun 75,97% menjadi US$ 20,40 juta dari US$ 84,91 juta. Pendapatan naik menjadi US$ 677,93 juta dari US$ 595,84 juta secara yoy.

4. PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)

BRMS mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 156,46% menjadi US$ 22,97 juta dari US$ 8,95 juta. Pendapatan juga meningkat menjadi US$ 120,84 juta dari US$ 61,26 juta secara yoy.

5. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG)

Belum melaporkan kinerja keuangan semester pertama tahun 2025.

6. PT Darma Henwa Tbk (DEWA)

Laba bersih DEWA meningkat 1.080% menjadi Rp 167,99 miliar dari Rp 14,23 miliar.

7. PT Visi Media Asia (VIVA)

Laba bersih VIVA meningkat 271,16% menjadi Rp 1,19 triliun dari Rp 697,51 miliar.

8. PT Intermedia Capital Tbk (MDIA)

Laba bersih MDIA juga meningkat 271,16% menjadi Rp 1,19 triliun dari Rp 697,51 miliar.

9. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP)

Laba bersih UNSP turun 102,82% menjadi Rp 16,18 miliar dari Rp 573,12 miliar.

10. PT Bakrieland Development Tbk (ELTY)

Laba bersih ELTY turun 145,81% menjadi (Rp 7,88 miliar) dari Rp 17,20 miliar.

11. PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE)

Laba bersih JGLE turun 3,46% menjadi (Rp 20,92 miliar) dari (Rp 21,67 miliar).

12. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)

Belum melaporkan kinerja keuangan semester pertama tahun 2025.

Ringkasan Kinerja Keuangan 12 Emiten Grup Bakrie

Berikut adalah tabel ringkasan kinerja keuangan 12 emiten Grup Bakrie selama semester pertama tahun 2025:

| No | Emiten | Laba/Rugi Semester I-2025 | Laba/Rugi Semester I-2024 | Naik/Turun (%) |
|—-|————————————-|———————————-|———————————-|—————-|
| 1. | PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) | Rp 55,87 miliar | Rp 139,83 miliar | -60,04% |
| 2. | PT Bumi Resources Tbk (BUMI) | US$ 20,40 juta | US$ 84,91 juta | -75,97% |
| 3. | PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)| US$ 22,97 juta | US$ 8,95 juta | 156,46% |
| 4. | PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) | Belum melaporkan kinerja keuangan| | |
| 5. | PT Darma Henwa Tbk (DEWA) | Rp 167,99 miliar | Rp 14,23 miliar | 1.080% |
| 6. | PT Visi Media Asia (VIVA) | Rp 1,19 triliun | (Rp 697,51 miliar) | 271,16% |
| 7. | PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) | Rp 1,19 triliun | (Rp 697,51 miliar) | 271,16% |
| 8. | PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) | Rp 16,18 miliar | (Rp 573,12 miliar) | 102,82% |
| 9. | PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) | (Rp 7,88 miliar) | Rp 17,20 miliar | -145,81% |
| 10.| PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE) | (Rp 20,92 miliar) | (Rp 21,67 miliar) | 3,46% |
| 11.| PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) | Belum melaporkan kinerja keuangan| | |
| 12.| PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) | Rp 4,73 miliar | Rp 15,11 miliar | -68,69% |

Kinerja keuangan Grup Bakrie menunjukkan variasi yang signifikan antar perusahaan. Beberapa emiten mengalami penurunan laba, sementara yang lain berhasil meningkatkan kinerja. Meskipun demikian, sebagian besar perusahaan masih belum membagikan dividen kepada para pemegang saham.