5 Fakta Menarik Tarsius Dian, Primata Khas Indonesia!

Fakta Menarik tentang Tarsius Dian

Tarsius, yang termasuk dalam famili Tarsidae, mungkin terlihat seperti tupai atau hewan arboreal kecil lainnya. Namun, yang mungkin tidak diketahui banyak orang adalah bahwa mereka termasuk dalam ordo Primata, sehingga menjadi kerabat dekat dari monyet dan kera. Di seluruh dunia, terdapat 14 spesies tarsius berbeda yang dibagi ke dalam tiga genus. Salah satu spesies tersebut adalah Tarsius dentatus, atau dikenal juga sebagai tarsius dian. Berikut ini beberapa fakta menarik mengenai spesies ini.

Peta Persebaran, Habitat, dan Makanan Favorit

Tarsius dian merupakan hewan endemik Indonesia, hanya ditemukan di Pulau Sulawesi, khususnya di sekitar Sulawesi Tengah. Mereka tinggal di hutan hujan tropis dataran rendah atau antara elevasi 500—1.500 meter di atas permukaan laut. Kadang-kadang mereka juga bisa ditemukan di hutan sekunder. Sebagai hewan nokturnal, aktivitas mereka dimulai ketika matahari sudah terbenam.

Makanan utama tarsius dian adalah serangga seperti belalang, jangkrik, dan ngengat. Terkadang mereka juga mengonsumsi kadal dan udang. Kehidupan mereka sangat bergantung pada ekosistem hutan yang stabil.

Hewan Arboreal Sejati

Salah satu ciri khas keluarga tarsius adalah kemampuan mereka untuk hidup di pohon. Tarsius dian termasuk hewan arboreal yang lebih nyaman berada di atas pohon daripada di tanah. Jari-jari tangan dan kakinya dilengkapi bantalan empuk yang memudahkan mereka untuk mencengkeram batang pohon. Selain itu, kuku mereka melengkung dan runcing, membantu mereka memanjat dengan mudah.

Leher mereka sangat fleksibel, bisa diputar hingga 180 derajat. Hal ini memungkinkan mereka untuk melihat lingkungan sekitar sambil tetap berada di posisi vertikal. Mata besar mereka sangat sensitif terhadap cahaya malam hari, sedangkan indra penciuman dan pendengaran mereka sangat tajam, membantu mereka bertahan di lingkungan gelap.

Kehidupan Sosial

Meski sering terlihat sendirian, tarsius dian sebenarnya hidup dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 2—7 individu, biasanya terdiri dari satu jantan, 1—3 betina, serta anak-anak mereka. Luas wilayah per kelompok berkisar antara 1,6—1,8 hektar.

Selama siang hari, anggota kelompok biasanya tidur bersama. Saat mencari makan, masing-masing individu bebas bergerak sendiri. Tempat tidur mereka umumnya terbuat dari sisa tanaman, buah-buahan, atau lubang pohon dan bambu. Mereka menjaga wilayah masing-masing dari ancaman kelompok lain.

Sistem Reproduksi

Tarsius dian memiliki sistem reproduksi yang berbeda dari spesies tarsius lainnya. Meskipun sebagian besar tarsius bersifat monogami, tarsius dian lebih condong pada poligini, di mana seekor jantan kawin dengan beberapa betina dalam kelompoknya. Betina hanya dapat bereproduksi satu kali setahun, dengan masa kehamilan sekitar 6 bulan. Anak yang lahir hanya satu, dan betina akan fokus merawat anaknya selama 6 bulan hingga anak tersebut bisa hidup mandiri.

Anak jantan biasanya meninggalkan kelompok saat dewasa, sedangkan anak betina tetap tinggal hingga dewasa. Umur tarsius dian bisa mencapai 5 tahun, namun ada yang bisa hidup hingga 12 tahun.

Status Konservasi

Menurut IUCN Red List, tarsius dian masuk kategori “rentan punah” (Vulnerable). Populasi mereka terus menurun akibat kehilangan habitat alami karena pembukaan lahan oleh manusia untuk pertanian dan pertambangan. Penggunaan pestisida kimia juga mengancam keberadaan mereka karena mengurangi jumlah serangga yang menjadi makanan utama mereka.

Selain itu, tarsius dian sering dianggap sebagai hama oleh petani, padahal mereka justru membantu mengontrol populasi serangga hama secara alami. Untuk melindungi mereka, kini tarsius dian telah dilindungi oleh undang-undang. Edukasi kepada masyarakat setempat juga dilakukan agar mereka memahami pentingnya keberadaan tarsius dian dalam ekosistem. Dengan upaya konservasi ini, harapan besar bahwa primata mungil ini tetap lestari di alam.