Perbedaan Cheetah Asia dan Afrika

Perbedaan Cheetah Afrika dan Cheetah Asia

Cheetah (Acinonyx jubatus) adalah spesies kucing liar yang dikenal sebagai hewan darat tercepat di dunia. Meskipun hanya memiliki satu genus, yaitu Acinonyx, dalam spesies ini terdapat lima subspesies yang berbeda. Empat dari subspesies tersebut tinggal di Benua Afrika, sementara satu subspesies lainnya, cheetah asia (Acinonyx jubatus venaticus), hidup di Benua Asia. Perbedaan letak geografis ini membuat cheetah afrika dan cheetah asia memiliki karakteristik yang berbeda.

Persebaran dan Habitat

Persebaran cheetah afrika sangat luas di Benua Afrika, dengan empat subspesies yang tersebar di wilayah-wilayah berbeda. Cheetah afrika barat atau cheetah sahara tinggal di kawasan Sahara dan Sahel. Cheetah afrika timur laut berada di sekitar Djibouti, Somalia, Sudan, dan Ethiopia. Cheetah afrika timur tinggal di sekitar Somalia, Tanzania, Kenya, dan Uganda. Sementara itu, cheetah afrika tenggara banyak ditemukan di Afrika Selatan, Namibia, dan Botswana.

Di sisi lain, cheetah asia hanya tinggal di Iran. Dulu, habitat mereka meliputi wilayah yang lebih luas, termasuk Asia Barat, Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan. Namun, saat ini, cheetah asia hanya tersisa di Iran. Mereka terakhir kali terlihat di luar wilayah Iran pada tahun 1982 di sekitar Pakistan.

Mengenai habitat, cheetah afrika umumnya tinggal di padang rumput, sabana, semak belukar, dan tepian hutan. Sementara itu, cheetah asia lebih sering ditemukan di gurun, semigurun, atau semak belukar yang kering.

Ukuran dan Ciri Fisik

Secara ukuran, cheetah afrika sedikit lebih besar dibandingkan cheetah asia. Panjang tubuh cheetah afrika berkisar antara 121—150 cm, ekor 76 cm, dan bobot 50—70 kg. Sementara itu, cheetah asia memiliki panjang tubuh 112—135 cm, ekor 66—84 cm, dan bobot 34—54 kg.

Selain ukuran, ada perbedaan ciri fisik antara kedua subspesies ini. Rambut cheetah afrika lebih tipis dengan warna cokelat cerah atau cokelat keemasan dan totol yang besar serta banyak. Di sisi lain, rambut cheetah asia lebih tebal dengan warna kuning keemasan seperti pasir dan totol hitam yang lebih sedikit dan kecil.

Pilihan Mangsa

Kehidupan di habitat yang berbeda membuat pilihan mangsa cheetah afrika dan cheetah asia berbeda. Cheetah afrika biasanya memburu antelop berukuran sedang, nyumbu (wildebeest), dan berbagai jenis ungulata maupun mamalia kecil lainnya. Sementara itu, cheetah asia lebih sering mengonsumsi kelinci liar, domba dan kambing liar, gazel ekor hitam, onager (sejenis keledai liar), serta berbagai mamalia kecil lainnya.

Meskipun pilihan mangsa berbeda, keduanya sama-sama mengandalkan kecepatan dalam berburu. Namun, cheetah asia dianggap lebih unggul dalam menjaga keseimbangan ekosistem karena mereka merupakan predator utama di habitat alami mereka.

Kecepatan Lari

Cheetah dikenal sebagai hewan darat tercepat dengan kecepatan maksimal sekitar 112—120 km per jam. Meski demikian, data kecepatan lari cheetah asia masih terbatas. Alasan utamanya adalah karena habitat cheetah asia tidak memiliki ruang yang cukup untuk menunjukkan kecepatan maksimal mereka. Selain itu, kondisi lingkungan yang berbatu dan berpasir juga memengaruhi kemampuan lari mereka.

Status Konservasi

Secara umum, cheetah masuk dalam kategori rentan punah (Vulnerable) di IUCN Red List. Populasi cheetah afrika diperkirakan sekitar 6.500 individu, sementara cheetah asia hanya tersisa kurang dari 50 individu. Bahkan, sensus yang dilakukan oleh pemerintah Iran menunjukkan hanya ada 12 individu yang tercatat, dengan proporsi 9 jantan dan 3 betina.

Penyebab penurunan populasi cheetah adalah perburuan besar-besaran dan kerusakan habitat. Jika tidak ada upaya konservasi yang serius, subspesies cheetah dengan populasi kecil, terutama cheetah asia, dapat punah dalam waktu 1—2 dekade mendatang. Oleh karena itu, perlindungan terhadap cheetah harus dilakukan secara intensif, termasuk sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak buruk perburuan dan kerusakan habitat.

7 Fakta Menarik tentang Bagas, Babi Hutan yang Sering Ditemui Pendaki

Nama Bagas, Babi Hutan yang Terkenal di Gunung Cikuray

Di kawasan Gunung Cikuray, Jawa Barat, terdapat satu makhluk yang cukup dikenal oleh para pendaki. Nama itu adalah Bagas. Tapi jangan salah paham, Bagas bukanlah seorang porter atau pemandu, melainkan julukan untuk babi hutan yang sering muncul di area tersebut. Dengan sifatnya yang unik dan keberadaannya yang kerap menghiasi perjalanan para pendaki, Bagas menjadi bagian dari pengalaman mendaki di gunung ini.

Populer di Kalangan Pendaki

Nama Bagas berasal dari singkatan “Bagong Ganas”, di mana “Bagong” merujuk pada istilah Sunda untuk babi hutan, sedangkan “Ganas” menggambarkan sifat agresif yang sering dimiliki oleh hewan ini. Keberadaan Bagas bisa membuat para pendaki kaget karena ia sering mendekati tenda dan mencium tas mereka. Namun, hal ini tidak mengurangi antusiasme pendaki untuk menikmati pemandangan dan keindahan Gunung Cikuray.

Di Luar Negeri, Bagas Disebut Banded Pig

Babi hutan seperti Bagas tidak hanya ditemukan di Indonesia. Mamalia dengan nama ilmiah Sus scrofa ini tersebar luas di Asia, Eropa, hingga Afrika Utara. Subspesies yang hidup di Jawa, termasuk Bagas, dikenal sebagai S. s. vittatus. Di luar negeri, subspesies ini disebut banded pig, yang berarti babi bergaris.

Subspesies Paling Basal

Menurut informasi dari situs Jungle Dragon, Bagas merupakan subspesies babi hutan yang paling basal. Artinya, Bagas adalah salah satu yang paling awal bercabang dalam garis keturunan babi hutan. Perbedaan morfologis juga terlihat, seperti ukuran otak yang lebih kecil, struktur tengkorak yang tidak terspesialisasi, serta gigi yang lebih primitif dibandingkan subspesies lain.

Bagas Tidak Hanya Ada di Jawa

Meskipun sering ditemukan di Jawa, Bagas juga hidup di Sumatra dan Kepulauan Sunda Kecil. Mereka cenderung tinggal di daerah dengan sumber air yang stabil dan tutupan vegetasi lebat. Habitatnya mencakup hutan, rawa, daerah tergenang air, sabana, semak belukar, hingga lahan pertanian.

Ramah Jika Tidak Dilukai

Seperti hewan liar lainnya, Bagas bisa menjadi berbahaya jika merasa terancam. Ia akan menyerang jika dilukai atau ditakuti. Selama musim kawin, babi hutan jantan menjadi sangat agresif. Namun, dalam kondisi normal, Bagas bisa ramah dan penuh rasa ingin tahu. Ia biasanya menguik saat bersikap ramah dan menggeram jika agresif.

Omnivor Oportunis

Babi hutan seperti Bagas adalah omnivor opportunis, artinya ia bisa makan apa saja yang ada di sekitarnya. Mereka memakan berbagai jenis tumbuhan dan hewan, bahkan bisa memangsa ternak kecil jika kesempatan muncul. Kemampuan adaptasi ini membantu mereka bertahan hidup di berbagai ekosistem.

Penting bagi Ekosistem

Bagas memiliki peran penting dalam ekosistem. Meski secara umum babi hutan diketahui pemakan beragam, Bagas lebih condong ke arah frugivor, yaitu suka makan buah. Dengan memakan buah-buahan, mereka membantu penyebaran biji-bijian. Interaksi antara pendaki dan Bagas bisa menjadi pelajaran penting tentang pentingnya menjaga kehidupan alami di alam.