Nasionalis, 5 Film Sejarah Korea Lampaui 10 Juta Penonton

Film Sejarah Korea yang Sukses Meraih Jutaan Penonton

Sejarah menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan suatu bangsa. Di Korea Selatan, banyak film-film sejarah yang diangkat dari peristiwa penting untuk mengedukasi masyarakat dan memperkuat rasa nasionalisme. Beberapa di antaranya bahkan berhasil meraih jumlah penonton yang sangat besar, mencapai lebih dari 10 juta orang. Berikut ini adalah lima film sejarah Korea yang sukses menarik perhatian masyarakat.

1. The Admiral: Roaring Currents (2014)

Film pertama yang layak disebut adalah The Admiral: Roaring Currents yang dirilis pada tahun 2014. Film ini masih memegang rekor sebagai film terlaris Korea Selatan sepanjang masa dengan jumlah penonton lebih dari 17,6 juta. Cerita ini diangkat dari kisah nyata seorang pahlawan nasional Korea Selatan, Laksamana Yi Sun Shin. Film ini berlatar belakang perang Myeongryang yang terjadi pada 26 Oktober 1597.

Pada saat itu, Korea sedang menghadapi invasi Jepang. Dengan hanya 12 kapal perang, Laksamana Yi Sun Shin harus melawan armada Jepang yang jumlahnya mencapai 300 kapal. Dengan strategi yang matang dan penggunaan formasi Iljajin, ia berhasil mengalahkan musuh dan memporak-porandakan armada Jepang. Kemenangan ini membuatnya semakin disegani oleh para tentara Jepang.

2. Ode to My Father (2014)

Di tahun yang sama, Ode to My Father juga sukses menarik perhatian penonton. Film ini mencapai lebih dari 14,2 juta penonton. Film ini bercerita tentang keluarga Yoon Deok Soo yang terpisah akibat Evakuasi Hungnam pada tahun 1950. Ayahnya, Yoon Deok Soo, berjanji akan bertemu kembali di toko milik bibinya. Namun, janji tersebut tidak terpenuhi selama bertahun-tahun.

Film ini juga menyoroti sejarah modern Korea Selatan mulai dari Perang Korea hingga Perang Vietnam. Pemain utama, Hwang Jung Min, membawakan karakter yang penuh perjuangan dan ketekunan. Film ini menunjukkan bagaimana keluarga-keluarga kecil berjuang untuk tetap bersatu meskipun hidup dipenuhi tantangan.

3. 12.12: The Day (2023)

Tahun 2023 menjadi tahun penting bagi film sejarah Korea. Salah satunya adalah 12.12: The Day, yang dibintangi oleh Hwang Jung Min. Film ini berlatar belakang Korea Selatan pada akhir tahun 1970-an setelah pembunuhan Presiden Park Chung Hee. Pada tanggal 12 Desember 1979, Chun Doo Kwang memimpin kudeta militer yang dikenal sebagai “Pemberontakan Militer 12.12”.

Film ini menggambarkan konflik antara Chun Doo Kwang dan Lee Tae Shin, seorang komandan yang menentang tindakan politik militer. Dengan durasi 9 jam, film ini menggambarkan perjuangan untuk mencegah kudeta dan menjaga stabilitas negara. Film ini berhasil meraih 13 juta penonton dan menjadi salah satu film terlaris tahun 2023.

4. Assassination (2015)

Assassination adalah film sejarah yang menarik perhatian banyak penonton. Film ini dirilis pada tahun 2015 dan berhasil meraih lebih dari 12,7 juta penonton. Ceritanya berlatar tahun 1933, saat Korea masih dijajah Jepang. Yem Sek Jin, seorang agen pemerintah sementara Korea, bekerja untuk membebaskan tiga orang dari penjara.

Mereka adalah Chu Sang Ok, Hwang Deok Sam, dan Ahn Okyun. Mereka memiliki misi untuk membunuh seorang komandan Jepang dan seorang pengusaha Korea yang berkhianat. Film ini menampilkan adegan aksi yang intens dan konflik yang rumit. Meski begitu, film ini tetap menjadi salah satu favorit karena alur cerita yang menarik dan karakter yang kuat.

5. A Taxi Driver (2017)

Film terakhir yang layak disebut adalah A Taxi Driver. Film ini mengangkat kisah nyata antara seorang reporter Jerman dan seorang sopir taksi Korea saat meliput Pemberontakan Gwangju pada tahun 1980-an. Peter, seorang reporter Jerman, memutuskan untuk pergi ke Gwangju setelah mendengar kabar aneh yang terjadi di sana.

Sementara itu, Kim Man Seob, seorang sopir taksi, memutuskan untuk mengantarkan Peter ke Gwangju. Di sana, mereka menemukan rombongan mahasiswa yang sedang melakukan aksi protes. Akibatnya, Peter dan Man Seob menjadi buronan pemerintah. Dengan bantuan warga setempat, mereka berhasil melarikan diri dan memberikan laporan lengkap ke dunia internasional.

Film-film sejarah seperti ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat. Dengan alur cerita yang menarik dan fakta sejarah yang akurat, film-film ini mampu membangkitkan rasa cinta tanah air dan memperkaya pemahaman tentang sejarah bangsa.

Film Merah Putih: One for All Difilmkan, Ini Pernyataan Ifan Seventeen

Film Animasi Merah Putih: One for All Menghadapi Kritik Publik

Film animasi yang berjudul Merah Putih: One for All kini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Sejak tayang di bioskop, film ini mendapat banyak tanggapan dari publik, terutama mengenai kualitas grafis dan animasinya yang dinilai kurang memadai. Banyak netizen dan pengamat perfilman menyampaikan kritik terhadap hasil visual yang dianggap tidak sejalan dengan standar produksi film layar lebar saat ini.

Beberapa aspek yang menjadi sorotan antara lain detail karakter, latar belakang animasi, serta efek gerak yang dinilai kurang halus. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah anggaran produksi yang mencapai sekitar Rp6,7 miliar dapat mencerminkan kualitas yang ditampilkan. Dalam beberapa media sosial, banyak pengguna internet menyebut bahwa film ini jauh dari harapan, bahkan kalah jauh dibandingkan animasi Indonesia terbaru seperti Jumbo atau karya-karya studio besar dunia.

Fakta-Fakta Mengenai Film Merah Putih: One for All

Berikut beberapa fakta penting terkait film animasi ini:

  • Visual Dinilai Kurang Memadai: Sejak trailer dirilis, banyak warganet mengkritik hasil animasi yang dianggap tidak sesuai ekspektasi. Film ini dianggap tidak bisa memenuhi standar visual penonton yang telah terbiasa dengan animasi berkualitas tinggi.

  • Anggaran Produksi Mendapat Sorotan: Biaya produksi sebesar Rp6,7 miliar kini menjadi perhatian publik. Mereka mempertanyakan apakah dana tersebut benar-benar digunakan secara optimal dalam proses produksi.

  • Perbandingan dengan Film Jumbo: Media juga menyoroti perbandingan antara Merah Putih: One for All dan film animasi Jumbo, yang telah mencapai 10 juta penonton dan dianggap memiliki kualitas lebih baik.

  • Kritik dari Sutradara Terkenal dan DPR RI: Sutradara Hanung Bramantyo mempertanyakan alasan film ini bisa tayang meskipun masih banyak judul film Indonesia lainnya yang belum diputar. Di sisi lain, Komisi X DPR RI dan anggota DPR seperti Lalu Hadrian Irfani juga menyampaikan kelemahan film ini, khususnya soal kualitas visual dan urgensi penayangannya.

  • Publik Curiga Proses Terburu-Buru: Beberapa pihak merasa film ini diproduksi dalam waktu singkat dan kurang transparan mengenai latar belakang studio pembuatnya, Perfiki Kreasindo. Meski demikian, produser eksekutif membantah kabar tersebut dan menyatakan proyek ini sudah digagas sejak tahun lalu.

  • Pemerintah Tidak Menyuntik Dana Langsung: Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Irene Umar, menegaskan bahwa pemerintah tidak memberikan dana produksi maupun fasilitas promosi langsung kepada film ini. Audiensi hanya dilakukan untuk memberikan masukan, bukan dukungan finansial.

  • Sinopsis Singkat: Film ini bercerita tentang sekelompok anak dengan latar budaya Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa dalam Tim Merah Putih yang bertugas menjaga bendera pusaka jelang 17 Agustus. Namun, bendera itu tiba-tiba hilang tiga hari sebelum upacara, dan mereka berpetualang melewati sungai, hutan, dan badai untuk menemukannya sambil meredam ego masing-masing.

Meskipun film ini dimaksudkan sebagai kado HUT RI ke-80, eksekusi yang dinilai terburu-buru serta penggunaan anggaran besar membuatnya sulit diterima oleh sebagian publik dan penggiat perfilman. Kritik datang tidak hanya dari warganet, tetapi juga dari kalangan profesional, yang menyoroti kualitas visual, alur cerita, dan transparansi proses produksi.

Dengan adanya kritik ini, diharapkan menjadi pelajaran penting bagi para pembuat film untuk lebih memperhatikan kualitas dan perencanaan di setiap tahap produksi. Dengan begitu, karya yang dihasilkan di masa mendatang dapat menjadi kebanggaan bersama dan meninggalkan jejak positif bagi generasi berikutnya.