Cara Distribusikan Film ke Bioskop: Aturan Penting

Proses Distribusi Film ke Bioskop dan Persyaratan yang Harus Dipenuhi

Film animasi Merah Putih: One For All saat ini sedang menjadi sorotan di berbagai media sosial. Banyak netizen mengkritik film ini karena dinilai kurang cocok untuk ditayangkan di bioskop. Selain alur ceritanya, kualitas visual animasi yang dianggap kurang memuaskan juga menjadi salah satu faktor perdebatan. Hal ini membuat banyak orang penasaran tentang bagaimana proses distribusi film ke bioskop.

Apakah cukup menyerahkan file film dan bisa langsung tayang di layar lebar? Ternyata, tidak semudah itu. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses pendistribusian film di Indonesia, penting bagi para sineas atau produser untuk memahami persyaratan yang harus dipenuhi sebelum film bisa ditayangkan.

Cara Mendistribusikan Film ke Bioskop

Ada beberapa jalur yang umum digunakan oleh produser untuk membawa filmnya ke layar lebar. Berikut beberapa cara utama:

  1. Melalui Festival Film

    Jalur ini sering digunakan oleh produser yang ingin memperkenalkan filmnya ke pasar global. Film bisa dikirimkan ke festival-festival dalam maupun luar negeri. Jika lolos seleksi, film akan diputar di festival tersebut dan dilihat oleh para distributor. Dari sini, peluang untuk mendapatkan kontrak distribusi ke berbagai bioskop akan semakin besar.

  2. Pendekatan Langsung ke Bioskop

    Bagi film yang belum masuk festival besar atau belum memiliki agen penjualan, produser bisa langsung menghubungi distributor film. Caranya adalah dengan mengidentifikasi distributor yang biasa menangani film dengan genre atau target pasar serupa. Selanjutnya, mereka perlu mengirimkan pitch berisi sinopsis singkat, alasan mengapa film cocok untuk mereka, trailer, hingga materi promosi lainnya.

  3. Self-Distribution (Distribusi Mandiri)

    Pendekatan ini biasanya dilakukan oleh sineas independen dengan menghubungi bioskop langsung tanpa melalui distributor. Produser harus menyiapkan semua kebutuhan teknis seperti Digital Cinema Package (DCP), materi promosi, serta strategi pemasaran mandiri. Dokumen-dokumen seperti sertifikasi sensor dan biaya pemutaran juga perlu disiapkan.

Syarat Bioskop Menerima Film

Selain cara distribusi, bioskop Indonesia juga memiliki ketentuan khusus sebelum memutuskan sebuah film layak tayang. Beberapa syarat utama antara lain:

  • Surat Tanda Lulus Sensor (STLS)

    Setiap film yang akan ditayangkan harus memiliki STLS dari Lembaga Sensor Film (LSF). Sertifikat ini mencantumkan klasifikasi usia penonton seperti SU (Semua Umur), 13+, 17+, atau 21+. Selain itu, semua elemen dalam film harus memiliki hak cipta yang sah.

  • Format Digital

    Bioskop Indonesia hanya menerima film dalam format digital sesuai standar perfilman, yaitu Digital Cinema Package (DCP). Distributor wajib menyerahkan file DCP kepada bioskop tujuan melalui kurir yang kemudian dihubungkan ke sistem manajemen teater (TMS) untuk tayang sesuai jadwal.

  • Kualitas Trailer

    Trailer sangat penting karena menjadi media pertama yang memperkenalkan cerita dan daya tarik film kepada calon penonton maupun pihak bioskop. Trailer adalah kesan pertama yang menjadi bahan pertimbangan awal tim pemrograman bioskop.

  • Waktu Penayangan Strategis

    Saat musim liburan, kompetisi antar rumah produksi untuk mendapatkan slot tayang di bioskop, terutama di Cinema XXI, sangat tinggi. Rekam jejak produksi sebelumnya menjadi salah satu faktor penentu.

Ketentuan Film Animasi yang Layak Masuk Bioskop

Saat ini, film animasi memiliki daya tarik tersendiri bagi para penggemar film di Indonesia. Kehadiran film animasi seperti Jumbo yang sukses menjadi film terlaris sepanjang sejarah perfilman Indonesia membuat banyak film animasi Indonesia mulai dilirik. Namun, film animasi Merah Putih: One For All yang akan tayang pada 14 Agustus 2025 menuai pertanyaan publik.

Film animasi tetap harus memenuhi ketentuan yang sama seperti film non-animasi. Hanya saja, ada tambahan beberapa standar teknis, seperti memiliki STLS dari Lembaga Sensor Film dan mematuhi penggolongan usia. Konten film juga harus sesuai norma, tidak mengandung kekerasan berlebihan, ujaran kebencian, atau muatan yang melanggar hukum.

Dari sisi teknis, spesifikasi rinci seperti resolusi, frame rate (FPS), audio, enkripsi/KDM, dan subtitle akan diminta sesuai kebijakan masing-masing jaringan bioskop atau post house yang melakukan mastering. Umumnya, produser diminta menyiapkan DCP dengan resolusi 2K/4K dan audio 5.1 atau 7.1 sesuai permintaan teater. Sebelum tayang, akan dilakukan pengecekan menyeluruh pada sinyal audio, color space, tingkat loudness, dan keterbacaan subtitle.

Hak cipta untuk film animasi juga dilindungi oleh UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 yang mengakui karya sinematografi termasuk film kartun atau animasi. Jadi, jangan ragu untuk mulai berkarya.

Pembicaraan dengan Tim Film Merah Putih One For All, Wamen Ekraf Negatifkan Bantuan Dana

Tim Produksi Film Merah Putih: One For All Bertemu dengan Wakil Menteri Ekonomi Kreatif

Tim produksi film animasi Merah Putih: One For All pernah melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irine Umar. Dalam pertemuan tersebut, Wamen Irine memberikan masukan terkait kualitas dan konsep film yang sedang dikembangkan. Meski demikian, pihak Kementerian Ekonomi Kreatif menegaskan bahwa tidak ada dukungan finansial atau fasilitasi dari pemerintah terhadap film ini.

PLT. Kepala Biro Komunikasi Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif, Kiagoos Irvan Faisal menjelaskan bahwa film Merah Putih: One For All menjadi topik yang ramai dibicarakan oleh masyarakat. Menurutnya, setiap pegiat ekonomi kreatif memiliki hak untuk berkarya dan menciptakan karya yang bermanfaat bagi sektor ekraf.

Pertemuan antara tim produksi film dan Wamen Irine berlangsung pada 7 Juli 2025. Dalam pertemuan itu, Wamen Irine menyampaikan beberapa masukan teknis terkait cerita, karakter, tampilan visual, dan trailer film. Namun, ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak memberikan dukungan dana maupun fasilitas promosi terhadap film ini.

Kiagoos menambahkan bahwa proses kurasi dan seleksi penayangan film menjadi tanggung jawab pihak distributor, seperti pemilik bioskop. Kementerian Ekonomi Kreatif tetap berkomitmen untuk mendukung ekosistem kreatif mulai dari kreasi hingga distribusi agar bisa memperkuat pasar nasional dan global.

Tanggapan Produser tentang Biaya Produksi Film

Produser eksekutif film Merah Putih: One For All, Sonny Pudjisasono, mengungkapkan bahwa biaya produksi film ini mencapai Rp6,7 miliar. Meskipun angka ini terlihat besar, Sonny menilainya kecil jika dibandingkan dengan biaya pembuatan film animasi lainnya. Ia menjelaskan bahwa total biaya produksi sebenarnya lebih dari jumlah tersebut, karena belum termasuk biaya gala premiere.

Sonny mengatakan bahwa pembuatan film dilakukan secara gotong royong dengan niat untuk berkontribusi kepada bangsa dan negara. Ia ingin film ini menjadi bentuk sumbangan pada peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Baginya, tujuan utama adalah memberikan sesuatu yang berarti bagi masyarakat, bukan hanya fokus pada balik modal.

Ia juga menyampaikan terima kasih kepada warganet yang telah membantu meramaikan film ini hingga viral. Selain itu, Sonny membantah bahwa film ini hanya digarap dalam waktu singkat. Ia menjelaskan bahwa proses penggarapan sudah dimulai sejak setahun lalu, sesuai standar pembuatan film yang biasanya membutuhkan waktu sekitar satu tahun.

Alasan Memilih Genre Film Anak

Sonny menjelaskan alasan memilih genre film anak karena saat ini dunia perfilman Indonesia didominasi oleh film dewasa dan horor. Ia ingin menyajikan film alternatif yang bisa dinikmati oleh anak-anak, khususnya dalam rangka peringatan HUT ke-80 RI. Oleh karena itu, ia tidak terlalu khawatir dengan potensi balik modal, karena niat awal film ini adalah bentuk kontribusi untuk bangsa.

Film Merah Putih: One For All akan tayang di bioskop mulai 14 Agustus 2025, menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80. Film ini diproduksi oleh Perfiki Kreasindo di bawah Yayasan Pusat Perfilman H Usmar Ismail, dengan Toto Soegriwo sebagai produser utama dan Endiarto serta Bintang Takari sebagai sutradara dan penulis naskah.

Cerita Film yang Menginspirasi

Film ini bercerita tentang sekelompok anak yang terpilih menjadi Tim Merdeka oleh pemimpin desa menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia. Tim tersebut terdiri dari delapan anak dengan latar belakang budaya yang berbeda, seperti Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa. Mereka dipilih untuk menjaga Bendera Pusaka yang akan dikibarkan pada Upacara 17 Agustus. Namun, tiga hari sebelum upacara, Bendera Merah Putih hilang. Mereka kemudian bersatu untuk mencari Bendera Pusaka yang hilang secara misterius.

Film Merah Putih: One For All tersedia dalam spesifikasi dua dimensi dengan durasi 1 jam 10 menit.