9 Lagu yang Terinspirasi dari Fenomena Ekonomi, Ngena!

Inspirasi dari Fenomena Ekonomi dalam Lagu-Lagu Populer

Kata-kata “inspirasi bisa datang dari mana saja” benar-benar terbukti. Dalam dunia musik, banyak seniman dan musisi yang mengambil inspirasi dari pengalaman pribadi, mimpi, atau bahkan pengamatan sehari-hari. Kuncinya adalah kepekaan untuk membaca pola dan fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar. Termasuk dalam hal ekonomi, seperti gentrifikasi, ketimpangan, dan materialisme. Banyak lagu yang dianggap biasa justru menyimpan pesan serius tentang kondisi sosial dan ekonomi.

Musisi dan seniman memiliki kemampuan khusus dalam menangkap hal-hal yang tidak terlihat oleh orang awam. Mereka lalu menerjemahkannya menjadi lagu yang catchy, tetapi juga berisi makna mendalam. Berikut ini adalah sembilan lagu yang sebenarnya berbicara tentang fenomena ekonomi, khususnya kapitalisme:

  1. “Paper Planes” – M.I.A.

    Dengan melodi playful, lagu ini sebenarnya menyajikan satire politik-ekonomi. Lagu ini mencakup isu-isu seperti monetisasi visa, stereotip, serta perlindungan terhadap imigran. Meski dirilis pada 2008, lagu ini masih relevan hingga saat ini.

  2. “Money” – Pink Floyd

    Dalam album The Dark Side of the Moon, Pink Floyd menyoroti bagaimana uang memengaruhi kehidupan manusia modern. Uang bisa menjadi motivasi kerja, tetapi juga bisa membuat manusia kehilangan empati.

  3. “Chin Up” – Sam Fender

    Lagu ini secara spesifik membahas dampak kebijakan Margaret Thatcher di Inggris Utara. Kebijakan pasar bebas yang diterapkan menyebabkan penutupan pabrik dan meningkatkan ketimpangan ekonomi.

  4. “The American Dream is Killing Me” – Green Day

    Lagu ini menyoroti ketimpangan ekonomi di Amerika Serikat. Citra negara maju yang selama ini dibangun bertentangan dengan realitas yang dialami rakyat biasa.

  5. “Chequeless Reckless” – Fontaines D.C.

    Dalam album Dogrel, mereka mengkritik sistem kapitalis yang membuat orang memuja uang di atas segalanya. Uang diibaratkan sebagai pasir yang mudah digali dan bisa mengubah prinsip manusia.

  6. “My Hometown” – Bruce Springsteen

    Lagu ini menggambarkan sebuah kota kecil di Amerika Serikat yang terpuruk akibat depresi ekonomi dan perpecahan antar etnis. Banyak bisnis tutup dan penduduk harus merantau.

  7. “GDP” – Bob Vylan

    Lagu ini mengkritik situasi ekonomi yang semakin memuakkan. Orang-orang tercekik, sementara media terus menampilkan iklan barang mewah dan berita pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai dengan kenyataan.

  8. “Eat Your Young” – Hozier

    Lagu ini mengkritik keserakahan manusia yang membuat mereka seperti kanibal. Keserakahan ini sering kali membuat orang mengorbankan orang lain demi keuntungan pribadi.

  9. “Tangerine” – Glass Animals

    Meski bernada catchy, lagu ini menyindir kapitalisme secara halus. Lagu ini menggambarkan bagaimana uang dan konsumerisme memengaruhi cara kita melihat manusia lain.

Lagu-lagu ini menunjukkan bahwa musik bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga bisa menjadi sarana untuk menyampaikan kritik sosial dan ekonomi. Jika bosan dengan lagu-lagu cinta, coba dengarkan lagu-lagu di atas. Banyak dari mereka yang bisa terasa sangat dekat dengan pengalaman pribadi. Analisis kritik dan pemilihan kata mereka bisa menjadi bahan menarik untuk dipelajari lebih lanjut.

Hotel di Mataram Kehilangan Arahan, Tiba-Tiba Diminta Royalti Musik

Hotel di Mataram Kaget Dengan Tagihan Royalti Musik

Sejumlah hotel di Mataram, Nusa Tenggara Barat kaget harus berurusan dengan tagihan royalti musik dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Berdasarkan catatan Asosiasi Hotel Mataram (AHM), sebanyak 15 dari 30 anggota menerima formulir aplikasi royalti musik dari LMKN. Wakil Ketua AHM, I Made Agus Ariana, menyampaikan bahwa ini belum berupa tagihan, tetapi pihak hotel diminta mengisi formulir yang mereka kirim dengan kisaran tarif royalti mulai dari Rp 2 juta per tahun.

Agus menegaskan bahwa para hotel bingung dengan situasi ini karena tidak ada upaya sosialisasi sebelumnya. Dalam surat tersebut, terdapat informasi bahwa fasilitas hotel seperti ruang tunggu, ruang utama, kafe, restoran, spa, pusat kebugaran, pusat bisnis, kolam renang, ruang bermain anak, salon, gerai atau toko, serta lift termasuk dalam perhitungan royalti musik. Detail aturan ini juga tertulis dalam SK Kementerian Hukum dan Ham Nomor HKI.2-OT.03.01-02 Tahun 2016, MOU Nomor 001/LMKN-MOU/XI-2016 dan Nomor: 009/MOU/BPP-PHRI.XVII/11/2016 Tentang Tarif Royalti untuk Hotel dan Fasilitas Hotel.

Pembayaran royalti musik akan dilakukan setelah LMKN mengirimkan penagihan berdasarkan formulir yang diisi pihak hotel. Surat yang ditandatangani oleh Ketua Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) Jusak Irwan Sutiono menyatakan bahwa kegiatan yang Bapak/Ibu selenggarakan akan memperdengarkan karya lagu dan musik yang harus memiliki lisensi pengumuman musik dari LMKN.

Masalah TV di Kamar Hotel

Beredar kabar bahwa sejumlah hotel di Kota Mataram juga mendapat tagihan royalti musik karena fasilitas televisi (TV) di kamar hotel. Agus meluruskan bahwa kabar ini bermula saat salah satu staf hotel di Mataram menghubungi perwakilan (PIC) LMKN. Mereka bertanya apa yang terjadi bila lobi maupun restoran hotel tidak memutar musik apa pun.

Lembaga tersebut mengatakan, nanti kalau di kamar ada TV-nya terus tamu memutar lagu di TV ya kena (royalti). Pihak hotel mempertanyakan aturan tersebut karena tidak tertulis dalam Keputusan LMKN Nomor 20160527H/LMKN-Pleno/Tarif Royalti/2016 Tentang Tarif Royalti untuk Hotel dan Fasilitas Hotel bahwa penggunaan TV termasuk di dalamnya.

Tarif Royalti Musik di Hotel

Berdasarkan formulir royalti musik hotel yang dikirim LMKN, terdapat kolom data pemohon dan biaya lisensi yang perlu diisi oleh pihak hotel. Biaya lisensi musik di hotel ditetapkan berdasarkan jumlah kamar dan bintang hotel tersebut yang akan ditagih per tahun, dengan rincian sebagai berikut:

  • Hotel berbintang:
    • Hotel dengan 1-50 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 2 juta per tahun
    • Hotel dengan 51-100 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 4 juta per tahun
    • Hotel dengan 101-150 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 6 juta per tahun
    • Hotel dengan 151-200 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 8 juta per tahun
    • Hotel dengan total > 200 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 12 juta per tahun
  • Hotel nonbintang:
    • Hotel dengan jumlah kamar lebih dari 60 dikenakan tarif royalti musik Rp 1 juta per tahun
  • Resor, hotel eksklusif, dan hotel butik:
    • Dikenakan tarif royalti musik sebesar Rp 16 juta per tahun tanpa minimum jumlah kamar

Hotel Mau Bayar Royalti Musik, Asal…

Saat ditanya mengenai pembayaran royalti musik, Agus mengatakan, pihak hotel tidak keberatan memasukkan biaya ini dalam komponen yang harus dibayar. Namun, minimnya edukasi dan sosialisasi dari LMKN menjadi pertimbangan hotel untuk mengisi formulir royalti tersebut. Belum lagi, bisnis perhotelan saat ini sedang lesu, khususnya di kawasan NTB. Setelah diterpa pandemi Covid-19, hotel-hotel juga harus menghadapi dampak efisiensi anggaran pemerintah yang cukup besar.

IHGMA Keberatan dengan Penagihan Royalti Musik

Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) atau Asosiasi General Manager hotel di Indonesia, juga menyatakan keberatan terkait penagihan royalti musik ke hotel. Ketua Bidang Hukum IHGMA Erick Herlangga mengatakan, perlindungan hak cipta adalah bagian penting dari ekosistem industri kreatif, sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2021. Namun, ia menilai bahwa pelaksanaan aturan ini harus tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, proporsionalitas, dan komunikasi yang efektif dengan para pelaku usaha.

PHRI NTB Minta Sosialisasi dari LMKN

Dihubungi terpisah, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Ni Ketut Wolini, juga sepakat dengan AHM dan IHGMA. Menurut Wolini, LMKN seharusnya melakukan sosialisasi terkait tarif royalti musik di hotel, sebelum mengirimkan formulir royalti kepada pihak hotel. Situasi ekonomi saat ini tidak baik-baik saja. Pasca kabar royalti musik di kafe, restoran, dan hotel ramai diberitakan, sebagian hotel di NTB memilih menyetop putar musik di tempatnya. Ia menyayangkan aturan yang berhubungan dengan jumlah uang tidak sedikit, tidak dibarengi dengan edukasi skema pembayaran yang mendetail.