Hotel di Mataram Kehilangan Arahan, Tiba-Tiba Diminta Royalti Musik

Hotel di Mataram Kaget Dengan Tagihan Royalti Musik

Sejumlah hotel di Mataram, Nusa Tenggara Barat kaget harus berurusan dengan tagihan royalti musik dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Berdasarkan catatan Asosiasi Hotel Mataram (AHM), sebanyak 15 dari 30 anggota menerima formulir aplikasi royalti musik dari LMKN. Wakil Ketua AHM, I Made Agus Ariana, menyampaikan bahwa ini belum berupa tagihan, tetapi pihak hotel diminta mengisi formulir yang mereka kirim dengan kisaran tarif royalti mulai dari Rp 2 juta per tahun.

Agus menegaskan bahwa para hotel bingung dengan situasi ini karena tidak ada upaya sosialisasi sebelumnya. Dalam surat tersebut, terdapat informasi bahwa fasilitas hotel seperti ruang tunggu, ruang utama, kafe, restoran, spa, pusat kebugaran, pusat bisnis, kolam renang, ruang bermain anak, salon, gerai atau toko, serta lift termasuk dalam perhitungan royalti musik. Detail aturan ini juga tertulis dalam SK Kementerian Hukum dan Ham Nomor HKI.2-OT.03.01-02 Tahun 2016, MOU Nomor 001/LMKN-MOU/XI-2016 dan Nomor: 009/MOU/BPP-PHRI.XVII/11/2016 Tentang Tarif Royalti untuk Hotel dan Fasilitas Hotel.

Pembayaran royalti musik akan dilakukan setelah LMKN mengirimkan penagihan berdasarkan formulir yang diisi pihak hotel. Surat yang ditandatangani oleh Ketua Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) Jusak Irwan Sutiono menyatakan bahwa kegiatan yang Bapak/Ibu selenggarakan akan memperdengarkan karya lagu dan musik yang harus memiliki lisensi pengumuman musik dari LMKN.

Masalah TV di Kamar Hotel

Beredar kabar bahwa sejumlah hotel di Kota Mataram juga mendapat tagihan royalti musik karena fasilitas televisi (TV) di kamar hotel. Agus meluruskan bahwa kabar ini bermula saat salah satu staf hotel di Mataram menghubungi perwakilan (PIC) LMKN. Mereka bertanya apa yang terjadi bila lobi maupun restoran hotel tidak memutar musik apa pun.

Lembaga tersebut mengatakan, nanti kalau di kamar ada TV-nya terus tamu memutar lagu di TV ya kena (royalti). Pihak hotel mempertanyakan aturan tersebut karena tidak tertulis dalam Keputusan LMKN Nomor 20160527H/LMKN-Pleno/Tarif Royalti/2016 Tentang Tarif Royalti untuk Hotel dan Fasilitas Hotel bahwa penggunaan TV termasuk di dalamnya.

Tarif Royalti Musik di Hotel

Berdasarkan formulir royalti musik hotel yang dikirim LMKN, terdapat kolom data pemohon dan biaya lisensi yang perlu diisi oleh pihak hotel. Biaya lisensi musik di hotel ditetapkan berdasarkan jumlah kamar dan bintang hotel tersebut yang akan ditagih per tahun, dengan rincian sebagai berikut:

  • Hotel berbintang:
    • Hotel dengan 1-50 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 2 juta per tahun
    • Hotel dengan 51-100 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 4 juta per tahun
    • Hotel dengan 101-150 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 6 juta per tahun
    • Hotel dengan 151-200 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 8 juta per tahun
    • Hotel dengan total > 200 kamar dikenakan tarif royalti musik Rp 12 juta per tahun
  • Hotel nonbintang:
    • Hotel dengan jumlah kamar lebih dari 60 dikenakan tarif royalti musik Rp 1 juta per tahun
  • Resor, hotel eksklusif, dan hotel butik:
    • Dikenakan tarif royalti musik sebesar Rp 16 juta per tahun tanpa minimum jumlah kamar

Hotel Mau Bayar Royalti Musik, Asal…

Saat ditanya mengenai pembayaran royalti musik, Agus mengatakan, pihak hotel tidak keberatan memasukkan biaya ini dalam komponen yang harus dibayar. Namun, minimnya edukasi dan sosialisasi dari LMKN menjadi pertimbangan hotel untuk mengisi formulir royalti tersebut. Belum lagi, bisnis perhotelan saat ini sedang lesu, khususnya di kawasan NTB. Setelah diterpa pandemi Covid-19, hotel-hotel juga harus menghadapi dampak efisiensi anggaran pemerintah yang cukup besar.

IHGMA Keberatan dengan Penagihan Royalti Musik

Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) atau Asosiasi General Manager hotel di Indonesia, juga menyatakan keberatan terkait penagihan royalti musik ke hotel. Ketua Bidang Hukum IHGMA Erick Herlangga mengatakan, perlindungan hak cipta adalah bagian penting dari ekosistem industri kreatif, sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2021. Namun, ia menilai bahwa pelaksanaan aturan ini harus tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, proporsionalitas, dan komunikasi yang efektif dengan para pelaku usaha.

PHRI NTB Minta Sosialisasi dari LMKN

Dihubungi terpisah, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Ni Ketut Wolini, juga sepakat dengan AHM dan IHGMA. Menurut Wolini, LMKN seharusnya melakukan sosialisasi terkait tarif royalti musik di hotel, sebelum mengirimkan formulir royalti kepada pihak hotel. Situasi ekonomi saat ini tidak baik-baik saja. Pasca kabar royalti musik di kafe, restoran, dan hotel ramai diberitakan, sebagian hotel di NTB memilih menyetop putar musik di tempatnya. Ia menyayangkan aturan yang berhubungan dengan jumlah uang tidak sedikit, tidak dibarengi dengan edukasi skema pembayaran yang mendetail.

Ahmad Dhani dan Tompi Kritik Royalti Musik, Cabut dari WAMI

Penagihan Royalti Musik dan Kontroversi yang Muncul di Indonesia

Penagihan royalti musik kepada pelaku usaha seperti kafe, restoran, dan hotel belakangan menjadi sorotan utama di Indonesia. Kasus yang menarik perhatian publik adalah Mie Gacoan yang ditagih membayar royalti sebesar Rp 2,2 miliar. Hal ini memicu diskusi luas mengenai keadilan dalam sistem pengelolaan royalti.

Meski kasus tersebut berakhir dengan damai, banyak pelaku usaha kini merasa khawatir akan kewajiban mereka dalam membayar royalti. Isu ini juga menarik perhatian sejumlah musisi ternama, termasuk Ahmad Dhani dan Tompi, yang memberikan kritik terhadap sistem yang berlaku saat ini.

Kritik dari Ahmad Dhani terhadap WAMI

Ahmad Dhani, pentolan grup musik Dewa 19, melontarkan kritik tajam terhadap Wahana Musik Indonesia (WAMI), lembaga yang mengelola royalti musik. Ia menilai bahwa WAMI tidak adil dalam menagih royalti karena hanya menyasar pelaku usaha, sementara musisi besar yang juga menggunakan karya tanpa izin justru tidak dikenakan konsekuensi.

Dhani menulis di akun Instagramnya bahwa “kenapa WAMI tajam ke cafe, resto, hotel? Tapi tumpul ke penyanyi/band kaya raya yang menolak fee komposer.” Ia menyatakan bahwa baik pelaku usaha maupun musisi yang menolak membayar royalti sama-sama tidak sudi membayar, namun hanya pelaku usaha yang ditindak.

Tarif Royalti di Acara Pernikahan dan Hajatan

Ahmad Dhani juga menyoroti kebijakan WAMI terkait royalti musik di acara pernikahan dan hajatan. Menurut Robert Mulyarahardja, Head of Corporate Communications & Memberships WAMI, tarif royalti ditetapkan sebesar 2 persen dari biaya produksi acara, sesuai aturan LMKN dan Peraturan Menkumham.

Namun, hal ini masih menjadi pertanyaan bagi banyak pihak, terutama mengenai transparansi dan kesesuaian tarif dengan nilai karya musik yang digunakan.

Pertanyaan Tompi tentang Sistem Penghitungan Royalti

Tompi, musisi sekaligus dokter bedah plastik, turut mengangkat suara mengenai ketidakpuasan terhadap sistem penghitungan dan pembagian royalti. Ia mengaku telah lama mempertanyakan transparansi lembaga pengelola royalti, bahkan sejak berdiskusi dengan mendiang Glenn Fredly.

“Belum pernah puas dan jelas dengan jawaban dari semua yang saya tanyai. ‘Emang ngitungnya gimana? Ngebaginya atas dasar apa?’ Jawabannya ya gitu, ‘Aaa ii uu eee 00oo’ lah,” tulis Tompi di akun Instagramnya.

Ia menyatakan bahwa rasa penasaran dan keingintahuannya tentang konsep penghitungan hingga pembagian royalti belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Tompi Cabut dari WAMI dan Gratiskan Lagu-Lagunya

Karena merasa sistem semakin kisruh dan tidak transparan, Tompi memutuskan keluar dari keanggotaan WAMI. Ia bahkan mengizinkan semua pihak menyanyikan lagu-lagunya tanpa pungutan royalti, termasuk di konser, kafe, dan festival musik.

“Silahkan yang Mau Menyanyikan lagu-lagu baik dari konser semua panggung atau pertujukan konser kafe mainkan, saya gak akan ngutip apapun sampai pengumuman selanjutnya,” tulis Tompi.

Mengenal WAMI dan Sistem Royalti Musik di Indonesia

WAMI adalah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) nirlaba yang mewakili pencipta dan penerbit lagu/musik. WAMI memberi lisensi kepada pengguna musik di ruang publik dan mengelola penghimpunan serta pendistribusian royalti.

Sistem royalti di Indonesia berada dalam ekosistem LMK–LMKN. LMKN adalah lembaga bantu pemerintah yang menarik dan mendistribusikan royalti berdasarkan tarif resmi dari Kemenkumham, lalu menyalurkannya ke LMK seperti WAMI.

Peran utama WAMI mencakup memberikan lisensi kepada pengguna musik, menghimpun data penggunaan, dan menyalurkan royalti kepada pencipta/penerbit sesuai laporan penggunaan. Dengan demikian, WAMI menjembatani kebutuhan pengguna musik akan perizinan yang sah, sekaligus memastikan hak ekonomi pencipta terpenuhi.