Nyanyi, Antara Perselisihan Royalti dan Manfaat Kesehatan yang Terabaikan

Perdebatan Royalti Musik dan Pengaruhnya pada Kehidupan Sehari-hari

Beberapa waktu terakhir, dunia musik Indonesia diwarnai dengan perdebatan sengit terkait royalti. Perseteruan ini melibatkan banyak pihak, mulai dari para musisi hingga pelaku usaha seperti pemilik kafe dan restoran. Bagi sebagian musisi, royalti adalah bentuk penghargaan terhadap karya mereka. Namun bagi sebagian pemilik usaha, aturan pemungutannya masih membingungkan dan terasa membebani. Akibatnya, terjadi tarik ulur kepentingan yang sulit diakhiri dalam waktu singkat.

Fenomena yang muncul sebagai dampak dari kisruh ini cukup menarik. Banyak kafe dan restoran yang memilih berhati-hati dalam memutar musik di ruang publik. Ada yang mengganti playlist lagu populer dengan suara alam seperti kicauan burung, gemericik air, atau musik instrumental bebas lisensi. Ada pula yang memutuskan untuk membiarkan suasana tetap sunyi, hanya diisi dengan suara obrolan pengunjung dan dentingan sendok di cangkir. Semua dilakukan demi menghindari potensi kewajiban membayar royalti. Situasi ini, mau tidak mau, mengubah cara kita mengonsumsi musik di ruang publik.

Namun di tengah suasana ini, ada peluang yang bisa dimanfaatkan. Jika musik di ruang publik mulai dibatasi, mengapa tidak menciptakan konser sendiri di ruang privat? Menyanyi di rumah, di kamar, atau bahkan di mobil ternyata bukan hanya menyenangkan, tetapi juga memberikan manfaat besar bagi tubuh dan pikiran.

Menyanyi Sebagai Aktivitas Universal

Menyanyi adalah salah satu bentuk ekspresi manusia yang paling tua. Dari nyanyian pengantar tidur ibu kepada bayinya, lagu rakyat di desa, hingga konser megah di stadion, aktivitas ini menyentuh berbagai lapisan usia dan budaya. Menariknya, menyanyi tidak memerlukan peralatan canggih atau tempat khusus. Semua orang bisa melakukannya kapan saja, di mana saja.

Meski sering dianggap hanya sebagai hiburan, menyanyi sesungguhnya memiliki banyak dampak positif. Secara fisik, menyanyi membantu melatih kontrol pernapasan. Saat seseorang bernyanyi, ia secara alami mengatur napas untuk menyesuaikan tempo dan nada. Hal ini melibatkan kerja paru-paru yang lebih teratur, melatih otot pernapasan seperti diafragma, serta menguatkan otot tenggorokan yang juga berperan dalam proses berbicara dan menelan.

Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa aktivitas ini mampu meningkatkan kadar saturasi oksigen dalam darah, yang berarti tubuh mendapatkan suplai oksigen lebih baik. Selain itu, menyanyi dapat membantu mengendalikan rasa nyeri dan meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh. Tidak mengherankan jika terapi bernyanyi kini mulai diperkenalkan dalam beberapa metode pemulihan kesehatan.

Efek Psikologis yang Tidak Bisa Diabaikan

Manfaat menyanyi tidak berhenti pada aspek fisik. Secara psikologis, aktivitas ini memiliki efek yang kuat dalam memengaruhi emosi. Saat bernyanyi, tubuh memproduksi hormon endorfin—yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan—serta oksitosin, yang berperan dalam mengurangi stres dan rasa cemas. Efek ini membuat banyak orang merasa lebih lega, bersemangat, dan optimis setelah bernyanyi, bahkan jika mereka merasa suara mereka tidak begitu merdu.

Musik dan nyanyian juga berperan dalam meningkatkan suasana hati. Mendengarkan musik saja sudah mampu memicu pelepasan hormon dopamin, apalagi jika kita ikut bernyanyi. Pada tingkat yang lebih sosial, bernyanyi bersama orang lain—misalnya dalam paduan suara atau karaoke—dapat mempererat hubungan interpersonal. Aktivitas ini menciptakan rasa kebersamaan, meningkatkan komunikasi, dan mengurangi rasa kesepian.

Banyak penelitian yang mengaitkan kegiatan bernyanyi dengan tiga elemen penting dalam kesejahteraan manusia: pengelolaan identitas diri, peningkatan suasana hati, dan penguatan hubungan antarindividu. Lagu-lagu tertentu sering kali menjadi bagian dari identitas pribadi, mewakili pengalaman, ingatan, atau nilai-nilai yang dianut seseorang.

Lagu-lagu di Ruang Privat Tanpa Batasan

Di tengah polemik royalti musik, ada kabar baik untuk para penggemar nyanyi. Menyanyi di ruang privat—entah itu di rumah, mobil, atau bahkan di kamar mandi—tidak dikenakan biaya royalti. Aktivitas ini sepenuhnya bebas dilakukan tanpa khawatir melanggar aturan. Bagi banyak orang, momen bernyanyi sendirian bisa menjadi pelarian dari tekanan sehari-hari.

Bernyanyi saat menyetir di tengah kemacetan, bersenandung kecil sambil memasak, atau mengalunkan lagu favorit sebelum tidur, semuanya mampu memberikan efek relaksasi yang signifikan. Tidak perlu panggung megah atau perlengkapan audio mahal; yang dibutuhkan hanya suara, melodi, dan keberanian untuk menikmatinya.

Fenomena “konser pribadi” ini bahkan bisa menjadi tren baru. Jika di ruang publik kita mulai kehilangan kebebasan untuk mendengar lagu favorit, maka di ruang pribadi kita bisa memutarnya sepuas hati sambil bernyanyi tanpa batas.

Manfaat Menyanyi untuk Produktivitas

Manfaat menyanyi ternyata juga bisa merembet ke ranah produktivitas. Musik dan nyanyian dapat membantu sebagian orang untuk lebih fokus saat bekerja atau belajar. Irama lagu dapat menjadi pemicu konsentrasi, sementara proses bernyanyi itu sendiri membantu mengalihkan perhatian dari pikiran yang terlalu penuh atau stres yang menumpuk.

Polanya mirip dengan latihan pernapasan dalam yoga. Saat bernyanyi, kita menarik dan menghembuskan napas secara teratur, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah, memperlambat detak jantung, dan menciptakan efek menenangkan. Hal ini menjelaskan mengapa banyak orang merasa pikirannya lebih jernih dan tubuh lebih rileks setelah bernyanyi.

Dari Kafe Sunyi ke Kebebasan di Rumah

Kisruh royalti musik telah mengubah lanskap hiburan di ruang publik. Kafe dan restoran yang dulu akrab dengan dentingan lagu populer kini lebih sering sunyi atau diisi suara alam. Perubahan ini tentu memengaruhi pengalaman pengunjung, tetapi juga memicu lahirnya kebiasaan baru di ruang pribadi.

Menyanyi di rumah menjadi bentuk perlawanan kecil yang menyenangkan. Ia mengembalikan musik ke pangkuan setiap individu, bukan sekadar sebagai hiburan yang harus dibayar, tetapi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari yang bebas dan alami. Dalam konteks ini, menyanyi tidak lagi hanya soal nada dan lirik, tetapi juga tentang kebebasan, kesehatan, dan kebahagiaan.

Kesimpulan: Saatnya Menghidupkan Konser Pribadi

Di tengah perdebatan panjang tentang royalti musik, kita bisa memilih untuk tetap memelihara hubungan personal dengan musik melalui nyanyian. Manfaat fisik dan mentalnya terlalu besar untuk diabaikan. Dari peningkatan fungsi paru-paru hingga pelepasan hormon bahagia, menyanyi adalah aktivitas yang sederhana namun berdampak besar.

Tidak perlu panggung, tidak perlu penonton, dan tentu saja tidak perlu membayar royalti. Cukup nyalakan lagu favorit, atur napas, dan biarkan suara mengalir. Siapa pun bisa menjadi bintang di konser pribadinya sendiri, di mana pun dan kapan pun. Dan mungkin, di tengah heningnya kafe-kafe yang dulu ramai musik, justru di rumah kitalah musik menemukan bentuk kebebasannya yang sejati.

Ahmad Dhani dan Tompi Kritik Royalti Musik, Cabut dari WAMI

Penagihan Royalti Musik dan Kontroversi yang Muncul di Indonesia

Penagihan royalti musik kepada pelaku usaha seperti kafe, restoran, dan hotel belakangan menjadi sorotan utama di Indonesia. Kasus yang menarik perhatian publik adalah Mie Gacoan yang ditagih membayar royalti sebesar Rp 2,2 miliar. Hal ini memicu diskusi luas mengenai keadilan dalam sistem pengelolaan royalti.

Meski kasus tersebut berakhir dengan damai, banyak pelaku usaha kini merasa khawatir akan kewajiban mereka dalam membayar royalti. Isu ini juga menarik perhatian sejumlah musisi ternama, termasuk Ahmad Dhani dan Tompi, yang memberikan kritik terhadap sistem yang berlaku saat ini.

Kritik dari Ahmad Dhani terhadap WAMI

Ahmad Dhani, pentolan grup musik Dewa 19, melontarkan kritik tajam terhadap Wahana Musik Indonesia (WAMI), lembaga yang mengelola royalti musik. Ia menilai bahwa WAMI tidak adil dalam menagih royalti karena hanya menyasar pelaku usaha, sementara musisi besar yang juga menggunakan karya tanpa izin justru tidak dikenakan konsekuensi.

Dhani menulis di akun Instagramnya bahwa “kenapa WAMI tajam ke cafe, resto, hotel? Tapi tumpul ke penyanyi/band kaya raya yang menolak fee komposer.” Ia menyatakan bahwa baik pelaku usaha maupun musisi yang menolak membayar royalti sama-sama tidak sudi membayar, namun hanya pelaku usaha yang ditindak.

Tarif Royalti di Acara Pernikahan dan Hajatan

Ahmad Dhani juga menyoroti kebijakan WAMI terkait royalti musik di acara pernikahan dan hajatan. Menurut Robert Mulyarahardja, Head of Corporate Communications & Memberships WAMI, tarif royalti ditetapkan sebesar 2 persen dari biaya produksi acara, sesuai aturan LMKN dan Peraturan Menkumham.

Namun, hal ini masih menjadi pertanyaan bagi banyak pihak, terutama mengenai transparansi dan kesesuaian tarif dengan nilai karya musik yang digunakan.

Pertanyaan Tompi tentang Sistem Penghitungan Royalti

Tompi, musisi sekaligus dokter bedah plastik, turut mengangkat suara mengenai ketidakpuasan terhadap sistem penghitungan dan pembagian royalti. Ia mengaku telah lama mempertanyakan transparansi lembaga pengelola royalti, bahkan sejak berdiskusi dengan mendiang Glenn Fredly.

“Belum pernah puas dan jelas dengan jawaban dari semua yang saya tanyai. ‘Emang ngitungnya gimana? Ngebaginya atas dasar apa?’ Jawabannya ya gitu, ‘Aaa ii uu eee 00oo’ lah,” tulis Tompi di akun Instagramnya.

Ia menyatakan bahwa rasa penasaran dan keingintahuannya tentang konsep penghitungan hingga pembagian royalti belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Tompi Cabut dari WAMI dan Gratiskan Lagu-Lagunya

Karena merasa sistem semakin kisruh dan tidak transparan, Tompi memutuskan keluar dari keanggotaan WAMI. Ia bahkan mengizinkan semua pihak menyanyikan lagu-lagunya tanpa pungutan royalti, termasuk di konser, kafe, dan festival musik.

“Silahkan yang Mau Menyanyikan lagu-lagu baik dari konser semua panggung atau pertujukan konser kafe mainkan, saya gak akan ngutip apapun sampai pengumuman selanjutnya,” tulis Tompi.

Mengenal WAMI dan Sistem Royalti Musik di Indonesia

WAMI adalah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) nirlaba yang mewakili pencipta dan penerbit lagu/musik. WAMI memberi lisensi kepada pengguna musik di ruang publik dan mengelola penghimpunan serta pendistribusian royalti.

Sistem royalti di Indonesia berada dalam ekosistem LMK–LMKN. LMKN adalah lembaga bantu pemerintah yang menarik dan mendistribusikan royalti berdasarkan tarif resmi dari Kemenkumham, lalu menyalurkannya ke LMK seperti WAMI.

Peran utama WAMI mencakup memberikan lisensi kepada pengguna musik, menghimpun data penggunaan, dan menyalurkan royalti kepada pencipta/penerbit sesuai laporan penggunaan. Dengan demikian, WAMI menjembatani kebutuhan pengguna musik akan perizinan yang sah, sekaligus memastikan hak ekonomi pencipta terpenuhi.