Imamat Perak Pater Maximus Manu SVD: Kasih Melalui Layanan Kesehatan Gratis

Perayaan 25 Tahun Imamat Pater Maximus Manu SVD dengan Layanan Kesehatan Gratis

Pada 12 Agustus 2025, masyarakat di Kebot, Desa Pogon, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka menghadiri acara khusus yang digelar oleh Pater Maximus Manu SVD. Acara ini bertujuan untuk merayakan 25 tahun imamatnya sebagai bentuk rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama. Berbagai layanan kesehatan gratis disediakan dalam rangkaian acara tersebut, yang menarik antusiasme dari berbagai kalangan masyarakat.

Layanan Kesehatan yang Disediakan

Kegiatan sosial ini mencakup berbagai layanan kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan gratis, pelayanan penyakit tidak menular, promosi kesehatan MCK Portal, pelayanan kesehatan bagi lansia, serta konsultasi dan pembagian obat-obatan secara cuma-cuma. Selain itu, acara ini juga melibatkan tim medis lokal seperti Puskesmas Waigete, Puskesmas Hewokloang, dokter Maria Nona Elen, dan dokter Atanasius Valerianus Rakeng. Semua layanan dilaksanakan dengan tertib dan penuh sukacita.

Hubungan Antara Imamat dan Pelayanan Kesehatan

Pater Maximus Manu SVD menjelaskan bahwa imamat memiliki hubungan erat dengan pelayanan kesehatan. Menurutnya, imamat merupakan rahmat dari Allah yang diberikan kepada umat untuk memberikan pelayanan dalam berbagai bentuk. Hal ini termasuk pelayanan rohani, sakramen, misa, katekese, kunjungan pastoral, dan lain sebagainya.

Ia menekankan bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi juga pada aspek rohani. Dengan demikian, masyarakat dapat mendapatkan penyembuhan yang holistik, baik secara jasmani maupun rohani. Ia berharap kegiatan ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, yaitu penyembuhan fisik dan penguatan iman.

Apresiasi dari Dokter dan Masyarakat

Dokter Atanasius Valerianus Rakeng mengapresiasi inisiatif Pater Maximus Manu SVD dalam menyelenggarakan layanan kesehatan gratis. Menurutnya, kegiatan ini sangat bagus dan bisa menjadi contoh untuk kegiatan serupa di masa depan. Ia menilai bahwa kegiatan ini memadukan dua aspek penting, yaitu rohani dan kesehatan, dengan tujuan mulia untuk membantu masyarakat lebih peduli terhadap kesehatannya sendiri.

Sementara itu, dokter Maria Nona Elen juga menyebut kegiatan ini sebagai hal yang luar biasa. Ia menekankan bahwa layanan kesehatan ini tidak hanya memberikan pengobatan gratis, tetapi juga pemeriksaan CKG dan PTM untuk lansia. Ia berharap kegiatan ini tetap berlanjut dan dapat dikembangkan oleh orang-orang lain.

Pengalaman Peserta Layanan Kesehatan Gratis

Salah satu peserta layanan kesehatan gratis, Moa Gregorius, mengungkapkan rasa senangnya ketika mendapat informasi tentang kegiatan ini. Ia merasa bersyukur atas inisiatif Pater Maximus Manu SVD dan berharap kegiatan ini dapat dilanjutkan. Ia juga menyarankan agar setiap orang menjaga panggilan hidupnya masing-masing, baik dalam imamat maupun dalam keluarga.

Tujuan dan Harapan Masyarakat

Ketua Panitia Layanan Kesehatan Gratis, Laurensius Paskalis Karo, menjelaskan bahwa salah satu tujuan dari kegiatan ini adalah memastikan masyarakat tetap sehat, khususnya menjelang perayaan imamat 25 tahun Pater Maximus Manu SVD. Dengan demikian, masyarakat dapat mengikuti perayaan dengan aman dan lancar.

Kepala Puskesmas Waigete, Yohanes Eudes, juga menyampaikan terima kasih kepada Pater Maximus Manu SVD atas inisiatifnya dalam menyelenggarakan layanan kesehatan gratis. Ia berharap masyarakat tetap rutin memeriksa kesehatan setiap bulan.

Riwayat Hidup dan Karier Pater Maximus Manu SVD

Pater Maximus Manu SVD lahir pada 12 Oktober 1970. Ia telah menjalani berbagai tahapan pendidikan dan pelayanan di berbagai tempat, termasuk di Kolombia, Amerika Latin, dan beberapa wilayah di Amerika Serikat. Selain itu, ia juga aktif sebagai dosen di IFTK Ledalero dan memiliki berbagai tanggung jawab dalam lembaga pendidikan dan paroki.

Perayaan Misa Syukur Imamat 25 Tahun Pater Maximus Manu SVD akan dilaksanakan pada 22 Agustus 2025 di Kebot, Desa Pogon, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka. Acara ini diharapkan dapat menjadi momen penting dalam kehidupan spiritual masyarakat setempat.

Pemeriksaan kesehatan gratis tak cukup atasi masalah kesehatan di pesantren

Program Cek Kesehatan Gratis di Pesantren: Diperlukan Pendekatan Komprehensif

Program cek kesehatan gratis yang diberlakukan pemerintah untuk pelajar di Indonesia, termasuk para santri di pesantren, bertujuan untuk memastikan bahwa setiap siswa memiliki akses layanan kesehatan. Namun, meskipun langkah ini penting, program tersebut tidak cukup untuk menangani masalah kesehatan secara menyeluruh tanpa adanya upaya pencegahan dan intervensi lainnya.

Pondok pesantren adalah lingkungan yang padat dan rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan. Infeksi saluran pernapasan, kudis, tuberkulosis, gizi buruk, hingga gangguan mental sering kali muncul di sana. Oleh karena itu, cek kesehatan menjadi salah satu cara untuk mendeteksi dini kondisi kesehatan para santri sejak dini. Pemeriksaan mencakup berbagai aspek seperti perilaku merokok, status gizi, tingkat aktivitas fisik, serta kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, terdapat pemeriksaan darah, skrining penyakit menular, talasemia, kesehatan reproduksi, dan kesehatan jiwa.

Namun, cek kesehatan tidak bisa bekerja sendirian. Berdasarkan Pedoman Pesantren Sehat 2019, tindakan pencegahan penyakit harus disertai dengan upaya lain. Salah satunya adalah penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS melibatkan kebiasaan seperti mencuci tangan pakai sabun, mengonsumsi makanan bergizi, menggunakan jamban bersih, berolahraga, serta menjaga kebersihan lingkungan. Studi tahun 2016 menunjukkan bahwa PHBS efektif dalam meningkatkan kesadaran santri tentang kebersihan pribadi dan mencegah penyebaran penyakit.

Sayangnya, penerapan PHBS masih menjadi tantangan di pesantren. Banyak santri yang tidak konsisten dalam menerapkannya, meskipun mereka telah menerima sosialisasi. Hal ini terjadi karena kurangnya partisipasi aktif dari santri husada, yaitu kader kesehatan di pesantren. Penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari kader tersebut yang mempromosikan PHBS secara baik. Untuk meningkatkan partisipasi, tenaga kesehatan dari puskesmas perlu melakukan pendampingan dan pemantauan berkelanjutan. Selain itu, pengasuh dan orang tua juga perlu terlibat aktif dalam memotivasi santri.

Selain PHBS, jenis pemeriksaan kesehatan perlu diperluas agar lebih sesuai dengan kondisi nyata di pesantren. Misalnya, pemeriksaan kulit untuk mendeteksi kudis belum termasuk dalam cek kesehatan gratis yang tersedia. Kudis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau dan dapat menyebar cepat di lingkungan yang padat. Pada 2023, sekitar 84,8% penghuni sekolah asrama mengalami kudis, sehingga pemeriksaan kulit sangat penting untuk dimasukkan ke dalam program kesehatan.

Tantangan lain yang perlu diperhatikan adalah keterbatasan tenaga kesehatan. Jumlah santri di Indonesia mencapai 3,2 juta orang, namun jumlah tenaga kesehatan yang tersedia tidak cukup untuk menangani semua kebutuhan. Masalah ini bisa memengaruhi kualitas layanan dan meningkatkan beban kerja tenaga kesehatan. Selain itu, keterbatasan anggaran dan sarana prasarana juga menjadi hambatan dalam penerapan program promosi kesehatan.

Untuk memaksimalkan efektivitas program, peran santri husada perlu ditingkatkan. Mereka perlu dilatih dalam berbagai bidang seperti bantuan hidup dasar, antropometri, pengukuran tanda-tanda vital, dan manajemen pos kesehatan. Selain itu, alokasi anggaran sebaiknya tidak hanya berfokus pada cek kesehatan gratis, tetapi juga mencakup pemantauan PHBS, imunisasi, dan pengobatan bagi santri.

Integrasi sistem informasi kesehatan seperti Aplikasi SATUSEHAT milik Kemenkes juga bisa membantu dalam mempercepat data dan tindak lanjut penanganan kasus. Dengan begitu, hasil pemeriksaan tidak hanya berupa angka, tetapi bisa digunakan sebagai dasar untuk memberantas masalah kesehatan secara menyeluruh di pesantren.

Secara keseluruhan, cek kesehatan gratis adalah langkah penting, tetapi tidak cukup jika tidak diiringi dengan upaya pencegahan, pendidikan, dan partisipasi aktif dari berbagai pihak. Dengan pendekatan komprehensif, lingkungan pesantren dapat menjadi lebih sehat dan aman bagi para santri.