Tiga Aksi Brutal Demo DPR, Brio, Palisade Pelat ZZH dan Panther Pelat Merah Dihancurkan Massa

Aksi Brutal Massa Demo DPR yang Merusak Tiga Kendaraan di Jakarta

Aksi brutal yang dilakukan oleh massa demo DPR/MPR RI kembali mencuri perhatian masyarakat. Dalam beberapa kejadian, tiga kendaraan berbeda dirusak dan hancur akibat amukan massa. Peristiwa ini terjadi di lokasi-lokasi yang berbeda, yaitu Honda Brio, Hyundai Palisade pelat ZZH, dan Isuzu Panther pelat merah.

1. Honda Brio Putih yang Dirusak Massa

Salah satu insiden yang menarik perhatian adalah saat mobil Honda Brio putih dengan plat nomor B 1465 HK menjadi sasaran amuk massa. Kejadian ini terjadi di kawasan Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada tanggal 25 Agustus 2025.

Mobil LCGC tersebut dipukul, ditendang, dan dilempari batu hingga kaca pecah. Saat coba keluar dari kerumunan, Brio putih tersebut menabrak seorang pengendara motor hingga terjatuh. Menurut video yang diunggah oleh akun Instagram @jabodetabek24info, pengemudi Brio adalah seorang wanita yang telah dilarang untuk melintas, tetapi ia tetap memaksa. Akibatnya, emosi massa meningkat dan mobil sempat menabrak pengendara motor.

Beruntung, pengemudi mobil berhasil diamankan oleh warga dan selamat dari amukan massa. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi mengenai kejadian tersebut.

2. Hyundai Palisade Pelat ZZH Dirusak Massa

Kejadian kedua terjadi pada mobil Hyundai Palisade pelat ZZH yang menjadi korban amuk massa. Peristiwa ini terjadi ketika korban, BB, seorang aparatur sipil negara (ASN) di salah satu kementerian, ingin kembali ke kantornya setelah keluar dari kompleks DPR RI sekitar pukul 15.00 WIB.

Dalam perjalanan, mobil korban diadang oleh para peserta demo dan dihancurkan menggunakan kayu serta batu. Akibatnya, kaca dan bodi mobil mengalami kerusakan. Korban merasa dirugikan dan melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya. Dalam laporan tersebut, pihak pelapor menyangkakan Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana pengeroyokan.

3. Isuzu Panther Pelat Merah yang Dihancurkan

Peristiwa ketiga terjadi pada mobil Isuzu Panther pelat merah yang ditumpangi Lurah Manggarai Selatan, Muhammad Sidik bersama sopirnya, Asep Yudiana. Kejadian ini terjadi saat keduanya melintasi Jalan KS Tubun, Slipi, Jakarta Barat, sekitar pukul 18:30 WIB.

Massa yang terlibat dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI menyerang mobil dinas tersebut. Mereka memprovokasi bahwa mobil yang ditumpangi adalah mobil anggota DPR. Meski diminta untuk terus berjalan, massa terus mengejar dan memecahkan kaca mobil.

Situasi semakin ricuh ketika mobil dinas menabrak gerobak siomay dan akhirnya terhenti karena menabrak motor. Sopir meminta Sidik untuk keluar dari mobil, meskipun ia mengaku sebagai lurah, namun tetap menjadi sasaran pukulan. Keduanya akhirnya berlari ke sebuah gang untuk mengamankan diri.

Dalam peristiwa ini, Sidik mengalami kerugian berupa mobil dinas yang hancur, dua ponsel senilai Rp 25 juta, dompet, serta barang pribadi lain yang hilang. Kini, baik Sidik maupun sopirnya selamat, tetapi mengalami luka lebam, memar, serta lecet di bagian mata, wajah, badan, hingga kaki akibat pukulan benda tumpul.

Kesimpulan

Aksi brutal yang dilakukan oleh massa demo DPR/MPR RI telah menyebabkan kerusakan pada tiga kendaraan yang berbeda. Kejadian ini menunjukkan betapa tidak stabilnya situasi di sekitar lokasi demonstrasi. Meskipun ada upaya penyelamatan dari warga, kasus-kasus seperti ini tetap memicu kekhawatiran terhadap keselamatan dan keamanan masyarakat. Di sisi lain, pihak terkait masih menimbang langkah-langkah hukum yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah ini.

Perbedaan Pandangan VISI dan AKSI Terkait Royalti Musik

Perbedaan Pandangan Antara VISI dan AKSI Terkait Royalti Musik

Masalah royalti musik di Indonesia kini menjadi perdebatan yang membelah dua asosiasi besar, yaitu Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI). Kedua kelompok ini memiliki pendapat yang berbeda mengenai sistem pembayaran royalti dan cara pengelolaannya. Persoalan ini semakin rumit karena tumpang tindih dalam implementasi sistem yang ada.

VISI, yang sebagian besar anggotanya terdiri dari penyanyi, berargumen bahwa penarikan dan distribusi royalti saat ini harus dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), bukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk sementara waktu. Mereka menilai bahwa izin keramaian dari kepolisian harus menjadi syarat utama bagi penyelenggara acara, bukan izin dari pencipta lagu. Hal ini disampaikan oleh VISI melalui akun Instagram mereka pada 22 Agustus 2025.

Selain itu, revisi Undang-Undang Hak Cipta yang sedang diproses di DPR juga menjadi topik penting bagi VISI. Mereka menyatakan bahwa LMK, VISI, dan AKSI masuk dalam tim perumus revisi UU tersebut. VISI juga meminta agar LMK segera melakukan audit untuk meningkatkan transparansi dan keadilan dalam pengelolaan royalti.

VISI menegaskan bahwa langkah mereka hanya bertujuan untuk memperjuangkan hak royalti para musisi. Mereka merasa profesi sebagai penyanyi sering kali disudutkan, sementara mereka berupaya memastikan kesejahteraan para pencipta lagu. Salah satu fokus utama VISI adalah digitalisasi LMK agar setiap karya musisi bisa tercatat, terjaga, dan dibayar secara adil.

VISI juga meminta pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh terhadap LMK dan mempercepat transformasi digital. Mereka menekankan bahwa perubahan tidak cukup hanya mengganti “pemain”, tetapi harus membenahi seluruh tata kelola royalti. VISI percaya bahwa musik Indonesia layak dikelola dengan jujur karena musik bukan sekadar industri, tetapi juga memiliki identitas dan jiwa bangsa.

Sementara itu, AKSI, yang diisi oleh mayoritas pencipta lagu, sepakat dengan skema direct license yang digagas oleh musisi dan pencipta lagu seperti Ahmad Dhani. Melalui penerapan direct license, komponis bisa menarik royalti langsung kepada penyanyi tanpa melewati LMK, serta berhak menentukan jumlah uang yang harus diterima.

AKSI berpendapat bahwa direct license merupakan bagian dari transformasi digitalisasi tata kelola royalti. Dengan sistem ini, transparansi akan lebih mudah tercapai, sehingga pencipta bisa memantau pemakaian karyanya. Efek lainnya adalah akurasi perhitungan otomatis sesuai data, royalti yang diterima secara real time, serta pengurangan konflik antar pihak.

AKSI juga menilai bahwa direct license mampu memudahkan akses dengan menghilangkan birokrasi berlapis. Lisensi bisa diurus melalui aplikasi, sehingga prosesnya lebih efisien. Ketua Dewan Pembina AKSI, Ahmad Dhani, aktif menyuarakan pemenuhan hak royalti pencipta lagu melalui media sosial.

Dhani menegaskan bahwa penyanyi profesional yang tidak meminta izin kepada komposer saat menggelar konser bisa disebut sebagai maling. Ia merujuk pada UU Hak Cipta Pasal 9. Menurutnya, semua biaya ditanggung promotor, bukan tanggung jawab VISI, Fesmi, atau Pappri.

Dhani juga menyentil Ariel Noah, yang merupakan bagian dari VISI sekaligus penyanyi. Ia menuding bahwa Ariel tidak pernah memikirkan nasib komposer selama 10 tahun terakhir. Selain itu, ia juga menanggapi pernyataan Once Mekel, mantan rekan satu bandnya di Dewa 19, yang menyatakan bahwa musik itu pada dasarnya sesuatu yang menggembirakan. Dhani menilai bahwa hal ini hanya menggembirakan bagi penyanyi, tetapi menyedihkan bagi komposer. Ia menegaskan bahwa hanya kasta ksatria yang bisa memikirkan nasib orang lain.