Tujuh Tokoh Tionghoa Pahlawan Kemerdekaan Indonesia

Peran Keturunan Tionghoa dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Sejarah bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran berbagai elemen masyarakat, termasuk keturunan Tionghoa. Meski secara etnis dan budaya mereka berbeda, para pejuang ini memperlihatkan semangat yang sama untuk membebaskan tanah air dari cengkeraman penjajah. Mereka bekerja tanpa memandang ras atau suku, dan kontribusi mereka menjadi bagian penting dari kemerdekaan Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa tokoh keturunan Tionghoa yang turut serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia:

  1. John Lie (Daniel Dharma)

    John Lie lahir di Manado pada tahun 1911. Ia adalah seorang perwira Angkatan Laut RI yang aktif selama masa penjajahan Jepang. Ia menempuh pendidikan di sekolah berbahasa Belanda dan kemudian melanjutkan studi militer di Batavia. Salah satu kontribusi besar John Lie adalah berhasil menembus blokade Belanda di Sumatra untuk menukar komoditas Indonesia dengan senjata. Pada tahun 2009, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional karena jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan.

  2. Lie Eng Hok

    Lie Eng Hok lahir di Balaraja, Tangerang, pada tahun 1893. Ia aktif sebagai jurnalis di surat kabar Tionghoa bernama Sin Po pada awal abad ke-20. Ia terlibat dalam pemberontakan di Banten pada tahun 1926 dan memberikan informasi rahasia tentang pasukan Belanda kepada para pejuang. Selama pengasingannya di Boven Digoel, ia tetap menolak bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Pada tahun 1959, ia diangkat sebagai Perintis Kemerdekaan RI dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang.

  3. Sho Bun Seng

    Sho Bun Seng adalah seorang penggiat seni yang juga aktif dalam perjuangan anti-Belanda. Ia bergabung dengan kelompok gerilya dan bertugas memata-matai Pao An Tui, yaitu kelompok Tionghoa pro-Belanda. Setelah kemerdekaan, ia terlibat dalam menumpaskan pemberontakan DI/TII. Sho Bun Seng meninggal pada usia 89 tahun dan dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

  4. Tjia Giok Thwam (Basuki Hidayat)

    Basuki Hidayat lahir di Surabaya pada tahun 1927. Ia terlibat dalam pertempuran melawan Belanda sejak usia 18 tahun. Setelah pensiun dari dunia militer, ia melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Ia menerima sejumlah tanda kehormatan atas jasa-jasanya sebagai pejuang kemerdekaan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Malang.

  5. Ferry Sie King Lien

    Ferry Sie King Lien lahir pada tahun 1933 dan ikut mengangkat senjata saat usia 16 tahun dalam pertempuran Solo. Ia bersama rekan-rekannya melakukan berbagai aksi untuk memotivasi rakyat dan menentang propaganda Belanda. Sayangnya, ia gugur dalam pertempuran tersebut. Ia menjadi satu-satunya keturunan Tionghoa yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Jurug, Solo.

  6. Ong Tjong Bing (Daya Sabdo Kasworo)

    Ong Tjong Bing berjuang sebagai dokter yang merawat korban pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Setelah menyelesaikan pendidikan sebagai dokter gigi, ia bergabung dalam militer dan aktif menumpas berbagai pemberontakan. Ia pensiun pada tahun 1976 dengan pangkat Letnan Kolonel.

  7. Soe Hok Gie

    Soe Hok Gie adalah aktivis reformasi yang sangat berpengaruh meskipun tidak terlibat langsung dalam pertempuran kemerdekaan. Ia menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Soekarno melalui tulisan-tulisan di media massa. Ia meninggal pada usia 26 tahun, namun catatan-catatan harian dan pemikirannya terus diingat dan diteladani.

Selain tokoh-tokoh di atas, masih banyak lagi pejuang keturunan Tionghoa yang berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kegigihan dan dedikasi mereka layak untuk dikenang dan dihargai. Dengan menjaga persatuan dan menghindari sentimen rasial, bangsa Indonesia dapat terus berkembang dan maju.

10 Fakta Unik Kemerdekaan Indonesia 1945 yang Tersembunyi!

Fakta-Fakta Menarik di Balik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah momen penting dalam sejarah bangsa. Namun, ada banyak fakta yang mungkin tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas. Berikut beberapa fakta menarik yang terkait dengan peristiwa bersejarah ini.

Menu Sahur Saat Menjelang Proklamasi

Pada malam sebelum proklamasi, Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo sedang berkumpul untuk merancang teks proklamasi di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. Saat itu, mereka sedang menjalani puasa Ramadan. Setelah teks proklamasi selesai disusun, mereka merasa lapar dan membutuhkan makanan untuk sahur. Nyonya Satsuki Mishima, asisten Maeda, membuatkan hidangan seperti nasi goreng, ikan sarden, telur, dan roti. Mereka semua menikmati santapan tersebut sebelum melanjutkan persiapan proklamasi.

Soekarno Sedang Sakit Saat Proklamasi

Ternyata, saat waktu proklamasi tiba, Soekarno sedang mengalami sakit malaria. Ia terbaring di kamarnya di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Dokter Soeharto memberikan pengobatan dengan chinineurethan intramusculair dan brom chinine. Meski masih meriang, Soekarno bangun pagi hari dan langsung bersiap untuk membacakan proklamasi.

Upacara Proklamasi yang Sederhana

Upacara proklamasi dilakukan secara sederhana tanpa adanya protokol keamanan atau musik. Tiang bendera hanya menggunakan batang bambu kasar, dan katrolnya terbuat dari gelas bekas. Meski sederhana, upacara ini menjadi momen yang sangat penting dalam sejarah bangsa.

Bendera Merah Putih yang Terbuat dari Kain Sprei dan Kain Penjual Soto

Bendera merah putih yang dikibarkan saat proklamasi dibuat oleh ibu Fatmawati. Ia menggunakan kain sprei putih dari lemari dan kain merah yang dibeli dari penjual soto. Ukuran bendera awalnya terlalu kecil, sehingga ia membuat bendera yang lebih besar agar bisa dikibarkan di tiang.

Tokoh Proklamator Bukan Hanya Soekarno dan Hatta

Selain Soekarno dan Hatta, ada beberapa tokoh lain yang ikut serta dalam penyusunan naskah proklamasi, yaitu Achmad Soebardjo, Sajuti Melik, dan Soekarni. Meskipun usulan Hatta untuk menandatangani naskah ditolak oleh Soekarni, akhirnya hanya duo Soekarno-Hatta yang menandatangani naskah proklamasi.

Naskah Proklamasi Asli Ditemukan di Tempat Sampah

Naskah proklamasi asli tidak disimpan oleh Soekarno sendiri. Seorang wartawan bernama BM Diah menemukan naskah tersebut di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda. Naskah itu kemudian disalin dan diketik oleh Sajuti Melik. Diah menyimpan naskah tersebut selama 46 tahun sebelum menyerahkan kepada Presiden Soeharto.

Ada Dua Jenis Naskah Proklamasi

Terdapat dua jenis naskah proklamasi, yaitu naskah klad (ditulis tangan) dan naskah otentik (diketik). Beberapa kata dalam naskah otentik mengalami perubahan, seperti “Proklamasi” diubah menjadi “PROKLAMASI”, “Hal2” menjadi “Hal-hal”, dan sebagainya.

Negatif Foto Proklamasi Disimpan di Bawah Pohon

Fotografer Frans Mendoer merekam detik-detik proklamasi. Ketika tentara Jepang ingin merampas negatif foto, ia berbohong dan menyembunyikannya di bawah pohon. Negatif tersebut kemudian diambil kembali dan dicetak untuk dipublikasikan.

Suara Proklamasi Soekarno Hasil Rekaman Ulang

Rekaman suara Soekarno saat membaca proklamasi bukanlah suara aslinya. Suara tersebut direkam ulang sekitar tahun 1950. Jusuf Ronodipuro meminta Soekarno merekam kembali pembacaan proklamasi, dan hasil rekaman tersebut digunakan hingga sekarang.

Perintah Pertama Soekarno Setelah Jadi Presiden

Setelah ditetapkan sebagai presiden pertama, Soekarno langsung memesan lima puluh tusuk sate ayam. Ia melihat pedagang sate di jalan dan memerintahkan tukang sate untuk membuatkan sate untuknya. Setelah selesai, ia langsung menikmati satenya dengan berjongkok di pinggir parit.

Dari fakta-fakta di atas, kita dapat melihat bagaimana para pahlawan bangsa rela berjuang demi kemerdekaan. Semoga kita dapat belajar dari semangat mereka dan menjaga nilai-nilai perjuangan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.