Biomassa Kayu: Solusi Energi Bersih atau Ancaman Deforestasi?

Peran Indonesia dalam Pasar Pelet Kayu Asia Tenggara

Data perdagangan tahun 2023 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi salah satu dari tiga penyuplai pelet kayu terbesar di kawasan Asia Tenggara. Di wilayah ini, Vietnam menjadi negara utama yang menyuplai, diikuti oleh Malaysia dan Indonesia. Pelet kayu dari Asia Tenggara banyak dipasarkan ke Asia Timur, terutama Korea Selatan dan Jepang, untuk memenuhi kebutuhan biomassa kayu.

Pada tahun 2023, permintaan pelet kayu di Korea Selatan mencapai 3,7 juta ton sementara di Jepang mencapai 5,8 juta ton. Prediksi mengatakan bahwa jumlah permintaan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030. Dengan situasi ini, negara-negara penyuplai seperti Indonesia terdorong untuk memproduksi lebih banyak pelet kayu.

Pelet kayu adalah bahan bakar alternatif yang dibuat dari serbuk kayu yang dipadatkan. Saat ini, pelet kayu dianggap sebagai substitusi bahan bakar fosil yang menawarkan solusi hijau. Bahan ini digunakan untuk berbagai keperluan seperti menghangatkan ruangan, memasak, hingga membangkitkan listrik.

Korea Selatan dan Jepang merupakan dua negara tujuan utama ekspor pelet kayu Indonesia. Dalam periode 2021-2023, sebanyak 61,1% dari total ekspor pelet kayu Indonesia dikirim ke Korea Selatan. Jumlahnya meningkat pesat dari 49,8 ton menjadi 68.025 ton selama tiga tahun dengan total ekspor mencapai 89.476,2 ton. Sementara itu, total ekspor pelet kayu ke Jepang mencapai 38,4%. Jumlahnya juga meningkat, dari 54 ton menjadi 52.734 ton. Selama tiga tahun, jumlahnya mencapai 56.229,4 ton.

Kebijakan subsidi energi terbarukan di Korea Selatan dan Jepang, termasuk untuk pelet kayu dan kayu serpih, mendorong peningkatan permintaan yang signifikan.

Isu Deforestasi Akibat Perdagangan Biomassa

Perdagangan yang menjanjikan ini meninggalkan jejak deforestasi di hutan Indonesia. Pengamatan oleh berbagai lembaga seperti Auriga Nusantara, Forest Watch Indonesia, Trend Asia, Solutions for Our Climate, dan Mighty Earth menunjukkan bahwa Hutan Tanaman Energi (HTE) menjadi ancaman baru bagi hutan alami yang membutuhkan restorasi dan perlindungan.

Saat ini, dari 1,2 juta hektar HTE di Indonesia, 400 ribu hektar di antaranya merupakan hutan tropis alami. Mandat co-firing 10% yang diterapkan di Indonesia akan meningkatkan kebutuhan 10,23 juta ton pelet kayu setiap tahun. Untuk memenuhi permintaan ini, dibutuhkan area seluas 3,27 juta lapangan sepak bola yang mendorong laju deforestasi hingga 2,1 juta hektar per tahun.

Salah satu wilayah yang terdampak aktivitas ini adalah Gorontalo. Sepanjang Januari-Agustus 2023, terjadi pembukaan lahan seluas 1.032 hektar oleh dua perusahaan untuk produksi pelet kayu. Hal tersebut juga tercantum dalam hasil riset gabungan pengamat bertajuk “Unheeded Warnings: Forest Biomass Threats to Tropical Forests In Indonesia and Southeast Asia” yang dirilis Oktober 2024.

Banyak perusahaan di Gorontalo yang awalnya memiliki izin usaha kelapa sawit, kemudian bergerak ke bisnis pelet kayu. Setelah membuka lahan di area penuh keanekaragaman hayati, para perusahaan menggantinya dengan pohon gaharu secara monokultur.

Kritik Terhadap Produksi Biomassa

HTE merupakan pemanfaatan area hutan untuk menghasilkan bahan baku biomassa, di antaranya adalah pelet kayu dan kayu serpih. Kepala Program Hutan dan Penggunaan Lahan Solutions for Our Climate (SFOC) Korea Selatan, Hansae Song, menyebut proses produksi, distribusi, hingga penggunaan biomassa sangat emisif, destruktif, dan sarat masalah hak asasi manusia.

“Ketika kayu dibakar untuk menghasilkan energi di pembangkit listrik, dengan jumlah energi yang sama, emisi karbon dioksidanya justru lebih besar daripada batu bara, gas, atau minyak,” ucap Song dalam diskusi di Jakarta.

Song menjelaskan bahwa sebelumnya Pemerintah Korea Selatan menggunakan pembakaran kayu utuh untuk suplai energi pembangkit listrik mereka. Tren kemudian bergeser ke utilitas swasta yang menggunakan pelet kayu dan kayu serpih untuk pembangkit listrik. Hal ini dilakukan setelah Pemerintah Korea Selatan menyadari bahwa pembakaran kayu utuh bukan solusi iklim sepenuhnya.

Setelah banyak audiensi dilakukan oleh SFOC, Song menyebut adanya respons positif dari pemerintah di negaranya. Impor biomassa Korea Selatan secara bertahap akan ditutup dan berlaku untuk jangka panjang.

Ambisi Penggunaan Biomassa di Indonesia

Co-firing biomassa di PLTU menjadi salah satu jalan mencapai transisi energi sektor ketenagalistrikan, tertulis dalam peta jalan yang disusun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Targetnya, PLTU co-firing biomassa dan carbon capture storage mencapai 54 GW atau 12,2% bauran energi terbarukan non-variabel pada 2060.

Pada 2024 lalu, PLN mengimplementasikan teknologi co-firing pada 47 PLTU. Total konsumsi biomassa mencapai 1,62 juta ton dan diklaim menurunkan emisi karbon sebesar 1,87 juta ton CO2. Co-firing ini disebut menyumbang bauran energi terbarukan sebesar 1,86% pada 2024, meningkat dibandingkan tingkat baurannya pada 2023, yaitu 1,2%.

Sumber biomassa yang dimanfaatkan PLN adalah sawdust, wood chip, cangkang sawit, sekam padi, pelet sekam padi, bonggol jagung, bahan bakar jumputan padat, pelet tankos kelapa sawit, cangkang kemiri, dan limbah racik uang kertas. Tahun ini, penggunaan energi biomassa diperluas ke 52 PLTU dengan kebutuhan biomassa mencapai 10,2 juta ton.

Pasar Mobil Listrik dan Dekarbonisasi PLN

Peran Sektor Otomotif dalam Mencapai Target Net Zero Emission

Sektor otomotif memainkan peran penting dalam mendukung visi pemerintah Indonesia untuk mencapai target net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada tahun 2060. Sebagai negara yang telah berkomitmen dalam forum COP26 di Glasgow, Skotlandia, Indonesia sedang menyusun peta jalan jangka panjang yang jelas untuk mewujudkan tujuan ini.

Gelaran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 menjadi ajang penting dalam menampilkan kendaraan ramah lingkungan, khususnya mobil listrik (EV) dari berbagai merek dengan harga variatif. Contohnya adalah Jaecoo J5 EV yang dibanderol sekitar Rp350 juta, serta BYD Atto 1 dengan harga mulai dari Rp195 juta. Meski penjualan kendaraan listrik di acara ini mengalami penurunan, antusiasme masyarakat terlihat dari meningkatnya jumlah pengunjung GIIAS 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.

Tren positif ini didukung oleh data laporan Tinjauan Penjualan Kendaraan Listrik dari PwC pada kuartal pertama 2025, yang mencatat pertumbuhan pasar kendaraan listrik (termasuk BEV, PHEV, dan kendaraan hibrida) sebesar 43,4% secara year-on-year. Penjualan EV di Indonesia pada periode tersebut mencapai 27.616 unit, meningkat signifikan dari 19.260 unit di kuartal yang sama tahun sebelumnya.

Lukmanul Arsyad, Industry and Services Leader & Partner PwC Indonesia, menjelaskan bahwa segmen kendaraan listrik menjadi titik terang industri otomotif nasional. Pertumbuhan ini didorong oleh tiga faktor utama: investasi asing langsung yang masuk ke sektor otomotif, kebijakan pajak yang menguntungkan, serta pembangunan infrastruktur pengisian daya yang semakin memadai.

Pangsa kendaraan listrik dari total penjualan kendaraan penumpang di Indonesia meningkat dari 9% pada 2023 menjadi 15% pada 2024, dan diproyeksikan mencapai 29% pada tahun 2030. Namun, untuk mengakselerasi transisi ini, pengembangan ekosistem kendaraan listrik secara terpadu dan komprehensif harus menjadi fokus utama.

Kehadiran Mobil Listrik Murah

Pabrikan mobil listrik asal China, BYD Indonesia, menjadi sorotan dengan peluncuran model city car baru mereka, BYD Atto 1, di GIIAS 2025. Harga mobil listrik ini menarik perhatian karena bersaing di level yang sama dengan mobil low cost green car (LCGC). BYD Atto 1 dibanderol mulai dari Rp195 juta untuk varian Dynamic, dan Rp235 juta untuk tipe Premium (OTR Jakarta).

Presiden Direktur PT BYD Motor Indonesia, Eagle Zhao, mengungkapkan bahwa perusahaan sudah melakukan studi mendalam tentang pasar Indonesia selama dua tahun terakhir sebelum memperkenalkan produk-produknya. “Indonesia adalah negara setir kanan pertama di mana kami meluncurkan BYD Atto 1. Kami sangat peduli dengan perkembangan industri otomotif nasional,” ujar Eagle.

Keunggulan BYD terletak pada kepemilikan teknologi inti, mulai dari baterai, motor listrik, hingga semikonduktor, yang hampir seluruhnya diproduksi sendiri kecuali komponen seperti ban dan kaca. Hal ini memungkinkan BYD menetapkan harga yang kompetitif tanpa mengorbankan kualitas. Eagle pun mengaku terkejut dengan antusiasme pasar Indonesia terhadap harga yang terjangkau tersebut.

Tantangan Dekarbonisasi Transportasi

Meningkatnya antusiasme konsumen nasional terhadap EV menjadi momentum untuk meningkatkan kedalaman ekosistem kendaraan listrik nasional. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, menjelaskan bahwa dengan strategi yang tepat, transisi energi dan elektrifikasi sektor transportasi tidak hanya mempercepat dekarbonisasi ekonomi Indonesia, tetapi juga membuka peluang pertumbuhan konsumsi listrik di masa depan.

“Sektor transportasi berbasis listrik memiliki potensi besar untuk meningkatkan konsumsi energi. Pemerintah dan PLN harus memperkuat ekosistem EV, termasuk membangun infrastruktur pengisian daya yang masif dan efisien,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (8/8/2025).

Data positif tren penjualan kendaraan listrik juga tercermin dari kinerja PT PLN (Persero). Pada semester I 2025, sektor rumah tangga menjadi kontributor utama dengan konsumsi listrik mencapai 67,14 terawatt hours (TWh), meningkat 5,13% year-on-year atau naik 3,27 TWh dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Konsumsi listrik di sektor ini menyumbang 43,14% dari total penjualan listrik nasional dan menjadi faktor utama PLN mencetak laba periode berjalan sebesar Rp6,64 triliun pada semester I 2025, meningkat 32,8% dari Rp5 triliun pada semester I 2024.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengapresiasi dukungan penuh pemerintah dan sinergi lintas lembaga sebagai kunci keberhasilan. “Kami sangat berterima kasih kepada Pemerintah dan semua pihak yang terus mendukung PLN. Ini juga menjadi bukti keberhasilan Pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi yang tercermin dari naiknya konsumsi listrik pelanggan,” ujar Darmawan.